Lihat ke Halaman Asli

Neraca Pangan dan Sinergi Antar Lembaga Pemerintah Lahirkan Stabilitas Pangan

Diperbarui: 2 April 2018   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelangkaan dan keterbatasan barang pangan tidak akan mungkin terjadi tanpa campur tangan semua pihak. Indonesia adalah Negara luas dan kepulauan. Indonesial adalah Negara zamrud khatulistiwa, banyak sejarah panjang hingga bisa menyatukan nusantara yang terdiri dari 17 ribu pulau ini.

Indonesia tidak seperti negara lain ia mempunyai keunikan dengan luas perairan sangat besar.  Bahkan negara Asean lainnya dimana tanah dan daratan mereka disatukan oleh satu pulau dan satu jalan yang memudahkan proses distribusi bahan pangan hingga seluruh pelosok negeri.

Di negeri ini ada perbedaan iklim, waktu dan jalur distribusi yang begitu berat dan menantang medan untuk menyalurkan hingga daerah pelosok. Bulog menjadi ujung tombak untuk memperkuat distribusi dan ketahanan pangan. Bahkan dengan dana melimpah dan fasilitas gudang bulog bisa menyimpan bahan pangan untuk di salurkan melalui jalur-jalur distribusi hingga ke pulau-pulau terpencil.

Adanya kenaikan harga barang pangan tentu akan berhubungan dengan kurva permintaan dan penawaran. Ketika stok berkurang dan permintaan naik tentu harga pangan akan membumbung tinggi. Selain kelangkaan barang terkadang kebutuhan pangan merangkak naik juga karena ulah spekulan pedagang memainkan harga hingga tak terkontrol akibatnya tentu konsumen akan di rugikan.

Ada beberapa Solusi  yang dapat penulis tawarkan adalah yang pertama adalah pemerintah dalam hal ini Kemendag, tentunya adalah memperlancar pasokan pangan. Penulis mengusulkan  di tiap provinsi didiriakan  pusat distribusi nasional sebagai penyangga cadangan nasional. Hal ini juga untuk memperlancar distribusi pangan jika terjadi kekurangan pangan.

Kedua adalah kembali menggalakkkan pengoprasian kapal-kapal perintis di daerah terluar Indonesia. Pulau-pulau terluar sangat butuh tambahan kapal perintis. Di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua masih banyak penduduk di pulau terluar kesulitan memperoleh bahan pangan akibatnya harga kebutuhan sangat melonjak drastis. Hal ini juga penulis rasakan saat berada di kepulauan Morotai dimana akses kebutuhan sangat mahal untuk masyarakat.

Kondisi Pelabuhan Perintis terus ditingkatkan Presiden Jokowi saat meresmikan pelabuhan Wayabula Morotai (http://presidenri.go.id)

Kondisi transportasi laut yang menjadi tumpuan  mobilitas utama masyarakat Maluku Utara dan Papua, memprihatinkan. Kondisi kapal tidak memadai dari sisi jumlah, daya angkut, keamanan, kenyamanan, dan kapasitas dermaga. Hal ini tentu akan menghambat mobilitas barang sehingga pergerakan ekonomi masyarakat menjadi lamban.

 Apalagi wilayah Maluku yang di dominasi oleh perairan hingga ke ujung timur laut masih ada pulau wetar yang berbatasan dengan  Timor Timur dan Pulau Morotai di utara yang berbatasan dengan Filipina.

Ketiga adalah perlunya kordinasi lebih intensif antara kementerian dan Lembaga. Kordinasi ini bisa diwujudkan dengan membuat neraca pangan guna mengendalikan inflasi serta mencegah harga pangan melonjak tak terkendali.

Neraca Pangan penting untuk menghindari spekulan menaikkan harga (http://www.pertanian.go.id)

Saling lempar tanggung jawab tentu perlu dihindari kadangkala Kementan cenderung melaporkan surplus beras, namun Kemendag mengatakan defisit beras sehingga diperlukan impor beras. Tentunya dengan adanya neraca pangan yang dikoordinasikan di masing-masing pemda dapat memastikan ketersediaan dan harga pangan.

Penulis masih ingat di zaman Orba dahulu setiap hari pemerintah Soeharto melakukan standarisasi harga di TVRI setiap malam. Di saat itu disebutkan bahwa harga cabai sekian, harga beras sekian, dan lain-lainnya. Sehingga HET bisa dipantau dan diawasi dengan mudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline