Lihat ke Halaman Asli

Pilkada 2018 Hanya untuk Keluarga Raja

Diperbarui: 15 Januari 2018   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WALLPAPERWIDE.COM

Pilkada serentak sudah di depan mata. Tiap tiap pasangan calon sudah mengambil kuda-kuda dan jurusnya masing-masing meraih simpati publik. Tak pelak biaya ratusan milyar akan dikucurkan oleh tim kampanye masing-masing calon. Namun fenomena menarik di mana kontestan pilkada di porvinsi sulawesi selatan ini masih menyisakan hal urgent seperti dinasti kepemimpinan. 

Hal ini terlihat jelas pilkada sulawesi seperti sebuah kerajaan dimana jika sang ayah mangkat dari jabatannya maka yang melanjutkan estafet kepemimpinan adalah anak, istri atau kerabatnya sendiri. 

Politik dinasti cukup sukses di sulawesi barat dimana sang gubernur dua periode anwar adnan saleh berhasil mendudukkan istrinya Enny Anggraeni Anwar sebagai wakil gubernur pada 2017 lalu. 

Begitu pula sang bupati Gowa 2 periode Ichsan Yasin Limpo berhasil mendudukkan putranya Adnan Puricitha Ichsan sebagai bupati Gowa pada pilkada bupati 2017 kemarin. Setelah sebelumnya jabatannya di pegang oleh Syahrul Yasin Limpo sang gubernur sulsel 2 periode dan wakil gubernur  periode. Jika di Provinsi Sulsel ada garis keturunan YASIN LIMPO yang memimpin Sulsel apakah hal ini akan berlanjut di pilkada 2018?

Tidak itu saja nampaknya otonomi daerah melahirkan raja-raja kecil di daerah-daerah di kabupaten Barru Bupati nya Rusdi Masse secara aklamasi mengutus istrinya Fatmawati Rusdi maju untuk menggantikan dirinya. Bahkan hampir seluruh partai ia borong tak bersisa untuk kandidat lainnya. 

Politik dinasti tidak selalu buruk namun kecenderungan politisi korup membentuk dinasti dan monopoli. Tidak hanya sekedar kekuasaan yang harus dipertahankan dan di monopoli sebab inti dari praktik ini adalah kecenderungan untuk mempertahankan sumber ekonomnya. Atau pundi pundi rupiah bagi kelangsungan keluarganya. Politik dinasti di Sulsel tidak hanya terjadi disini namun juga berada di Banten, Bangkalan, Malang dan Kutai Kartanegara. 

Politik dinasti juga cenderung tidak memberikan pendidikan politik yang dan bermartabat bagi proses pengkaderan dan proses pemerintahan akan dipegang berdasarkan itu itu saja bahkan berdasarkan sistem klan-klan. 

Dan kalau sudah demikian yang kalah bukan lagi hanya sejumlah orang. Yang kalah adalah kemanusiaan ,kedewasaan ,demokrasi peradaban 

 dan nilai nilai luhur lain yang semestinya menjadi tanda tanda utama dari kehidupan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline