Lihat ke Halaman Asli

Hidup Singkat Jalani dengan Semangat

Diperbarui: 18 Agustus 2016   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada sebuah kisah menarik yang mungkin bisa menjadi renungan bagi kita semua , tersebutlah di suatu kerajaan ada seseorang yang menderita penyakit prajurit menderita penyakit parah yang tak bisa disembuhkan. Bahkan ia divonis oleh tabib hidupnya tidak akan lama , mungkin akan wafat setahun lagi . Hal ini membuat sang prajurit sedih bukan kepalang dan segala kenikmatan dunia akan ia tinggalkan. Namun satu hal yang bisa membuat prajurit itu bersikap positif terhadap vonisnya ‘ Karena hidup ku tak lama lagi aku akan persembahkan pengabdian terbaik bagi negeri ku . 

Seruan itu terpatri dalam dirinya, setelah kabar itu terdengar akan ada peperangan besar. Sang prajurit menyambut antusias  karena ia tidak akan lama lagi wafat maka ia pun dengan gagah berani terjun ke medan tempur sampai sampai musuh ia terjang semua. Sederhananya ‘ Daripada mati di atas ranjang lebih baik mati sebagai pahlawan. Namun ia malah tidak mati mati malah terus hidup dari perang ke perang bahkan ia dianggap sebagai pahlwan. Atas jasanya ia pun dihadiahi prajurit dengan mencari tabib terbaik untuk menyembuhkan penyakitnya . 

Sang raja mengadakan sayembara siapa yang bisa mengobati akan mendapat hadiah menarik dari sang raja. Ternyata ada seorang tabib ahli mampu menyembuhkannya dan ia pun sembuh total dari penyakit nya. Namun naas nya saat sembuh sang prajurit semakin takut mati dan penakut di medan perang  tidak lagi semangat dan pemberani sebagaimana dulu saat divonis mati.

Ada hikmah yang bisa kita pelajari dari cerita sederhana tersebut , salah satunya adalah penyikapan manusia terhadap kematian. Ada banyak orang memilih untuk berbuat baik, segera menyesali dosa dosanya mengobati kesalahan kesalahannya di masa lalu setelah dia tahu bahwa usianya sudah tidak lama lagi.

Mari kita tanyakan kepada diri sendiri umpama esok pagi malaikat maut mengambil ruh kita , hari ini kebanyakan dari kita akan mengupayakan mengisi dengan tangisan tobat atas segala dosa. Kita akan meminta maaf kepada orang orang yang pernah kita sakiti atau zallimi. Kita akan mengerjakan amalan amalan wajib. Kita akan menyedekahkan sisa harta di jalan Allah.

Umpama tahu esok kita akan meninggal dunia masihkah kita punya keberanian untuk menunda shalat kita. Umpama besok kita tiada masih sempatkah kita menghabiskan detik usia ngobrol sesuatu yang tak penting, bahkan membicarakan aib dan keburukan sesama

Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)[2]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline