Lihat ke Halaman Asli

Hello-Hello Trans Metro Bandung

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis ekonomi yang terjadi sejak beberapa tahun yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indoensia. Krisis ini tidak hanya berdampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat, tetapi juga berpengaruh pada aktivitas pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Krisis ekonomi telah menyebakan terjadinya penurunan kapasitas fiskal daerah karena beberapa sumber penerimaan daerah, misalnya pajak dan retribusi cenderung menurun, baik jenisnya maupun nominalnya. Disisi lain, kebutuhan fiskal daerah relatif tetap bahkan untuk beberapa jenis pengeluaran yang terkena pengaruh langsung kenaikan laju inflasi, justru cenderung meningkat. Kedua kekuatan ini berdampak pada semakin besar kesenjangan fiskal yang dihadapi daerah.

Namun harus diakui pula bahwa disamping membawa dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Salah satu dampak positif tersebut adalah terbukanya jalan bagi munculnya reformasi total di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tema sentral reformasi tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat madani, menciptakan good governance, dan mengembangkan model pembangunan yang berkeadilan. Di samping itu, gerakan reformasi juga telah memunculkan sikap transparansi dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan sosial, sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal dan regulasi untuk pembaharuan paradigma diberbagai bidang.

Tetapi selama ini kapabilitas dan efektivitas pemerintahan daerah dirasakan masih terlalu lemah. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pada umumnya, unit kerja pemerintahan daerah belum menjalankan fungsi dan perannya secara efisien. Salah satunya ialah pemborosan, yang merupakan fenomena umum yang terjadi di unit kerja pemerintahan daerah. Kondisi seperti ini muncul karena pendekatan umum yang digunakan dalam penentuan besar alokasi dana untuk tiap kegiatan adalah pendekatan incrementalism, yang didasarkan pada perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Bila jumlah inflasi dan jumlah penduduk meningkat, maka besar alokasi dana untuk tiap kegiatan yang sudah tertentu akan meningkat dari besar alokasi semula. Selain pendekatan incrementalism, pendekatan lain yang umum digunakan adalah line item budget, yaitu perencanaan anggaran yang didasarkan atas “pos anggaran” yang telah ada sebelumnya. Pendekatan line item budget tersebut tidak memungkinkan pemerintah daerah untuk menghilangkan satu atau lebih pos pengeluaran yang telah ada, meskipun keberadaan pos pengeluaran tersebut sebenarnya secara riil tidak dibutuhkan oleh unit kerja yang bersangkutan.

Dari sudut pandang efektivitas tersebut, metode penentuan prioritas untuk tiap kegiatan pemerintah di daerah masih belum baik. Pemerintah daerah umumnya belum melakukan identifikasi kegiatan untuk penyusunan prioritas, tetapi lebih banyak menyesuaikannya dengan arahan prioritas kebijakan pemerintah pusat. Akibat orientasi seperti ini, maka tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat akan cenderung terabaikan.

Lemahnya perencanaan pengeluaran tersebut akhirnya memunculkan kemungkinan underfinancing (overfinancing) yang kesemuanya mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit kerja pemerintahan daerah. Pada umunya, masalah utama yang dihadapi unit kerja yang mengalami underfinancing adalah rendahnya kapabilitas program kerja untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan publik. Sedangkan untuk unit kerja yang menikmati overfinancing, masalah yang dihadapai adalah efisiensi yang rendah.

Dalam situasi seperti itu, menyebabkan banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Sementara dana pada anggaran daerah yang pada dasarnya merupakan dana publik, habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, kondisi tersebut akan memperlemah peran pemerintah daerah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator, dan enterpreneur (wirausaha) dalam proses pembangunan daerah. Selain tidak efisien, program kerja yang dijalankan belum dibangun berdasarkan basis tuntutan dan kebutuhan riil di lapangan. Hal seperti ini pun terjadi di pemerintahan Kota Bandung, terkait dengan penyediaan transportasi publik (Trans Metro Bandung).

Belanja Daerah

Dalam struktur APBD terdapat tiga komponen, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana atau merupakan kewajiban daerah dalam satu anggaran dan tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh daerah. Belanja daerah meliputi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung yaitu belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program. Sedangkan belanja tidak langsung yaitu belanja tugas pokok dan fungsi yang tidak dikaitkan dengan pelaksanaan program.

STRUKTUR BELANJA

A. Belanja Langsung

B. Belanja Tidak Langsung

1. Belanja Pegawai

2. Belanja Barang dan Jasa

3. Belanja Modal

1. Belanja Pegawai

2. Belanja Bunga

3. Belanja Subsidi

4. Belanja Hibah

5. Belanja Bantuan Sosial

6. Belanja Bagi Hasil

7. Bantuan Keuangan

8. Belanja Tak Terduga

Belanja daerah dapat dirinci sebagai berikut:

· Menurut organisasi, yaitu suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan Sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretariat Daerah serta dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya.

· Menurut fungsi, misalnya pendidikan, kesehatan dan fungsi-fungsi lainnya.

· Menurut jenis belanja, yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan belanja modal atau pembangunan.

Sedangkan menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa: “Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan”.

§ Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:

-pendidikan

-kesehatan

-pekerjaan umum

-perumahan rakyat

-penataan ruang

-perencanaan

pembangunan

-perhubungan

-lingkungan hidup

-pertanahan

-kependudukan&catatan sipil

-pemberdayaan perempuan

-keluarga berencana&

keluarga sejahtera

-sosial

-tenaga kerja

-koperasi & usaha kecil &

menengah

-penanaman modal

-kebudayaan

-pemuda dan olah raga

-kesatuan bangsa&politik

dalam negeri

-pemerintahan umum

-kepegawaian

-pemberdayaan masyarakat&desa

-statistik

-arsip

-komunikasi&informatika

§ Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline