Lihat ke Halaman Asli

Lindungi Kami Ya Allah (2)

Diperbarui: 6 Januari 2018   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami selalu menenangkan hati mimi... Insya Alloh cepat sembuh asal mau ikuti petunjuk dokter. Itulah yang sering kusampaikan kepada mimi. Begitu juga yang disampaikan kakakku (anak kandung mimi). Dengan begitu semangat hidup mimi tumbuh kembali. Terlihat wajahnya yang luyu sekarang menjadi cerah karena harapan hidup bertambah.

Setelah beberapa waktu menunggu hasil, dokter menyatakan bahwa mimi terkena "kanker payudara". Terasa bumi bergetar, bergoyang bagaikan gempa bumi dengan skala 6,5 sr. Mata berkunang - kunang manahan cucuran air mata. Kami berusaha menerima keputusan dokter yang dirasa sangat pahit ini. Kami berdiskusi untuk merencanakan langkah selanjutnya. Yaitu melanjutkan dengan kemoterapi. Namun tindakan ini tidak dapat dilakukan di rumah sakit daerah kami. Mimi dirujuk ke rumah sakit lebih besar dan lebih terkenal. Sekali lagi kami jalani dengan ikhlas.

Di rumah sakit rujukan ini pun kami harus mengulang pemeriksaan untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan. Kami mengikuti saja apa yang menjadi anjuran dokter yang menangani mimi. Kepastian hasil diterima setelah beberapa kali kontrol untuk pemeriksaan lengkap ulang yang dilakukan kurang lebih 2 bulan. Saat terakhir pemeriksaan hasil menunjukkan bahwa memang mimi menderita kangker payudara stadium 4. Mendengar penjelasan dokter tersebut kami hanya pasrah dan menerima ketentuan Allah SWT. Namun kami tetap berusaha dan berdoa untuk kesembuhan mimi. Kami pun selalu memberikan semangat tanpa mengenal lelah. Terus... terus... dan terus. Karena kami masih mempunyai harapan untuk kesembuhan mimi. Kami menerima apapun keputusan dan anjuran dokter. Akhirnya dokter menentukan 2 minggu lagi akan melakukan kemoterapi. Dengan penuh keyakinan mimipun bersiap sedia... namun.. kabar mengagetkan sampai ke telingaku. "Mimi gak usah kemo ya... Mimi gak mau... " bagai petir di siang bolong yang kudengar kedua kalinya. Ya... kedua kali. Pertama... dulu...saat masih di rumah sakit daerah kami. Dulu, Mimi urung untuk melakukan biopsi. Dan kini... urung melakukan kemoterapi. Sedih... khawatir... kecewa... semua rasa menjadi satu. Tak tentu rasa. "Galau" istilah anak - anak zaman ini. Namun kami, sebagai anak - anaknya, sekali lagi, harus menghormati dan menerima keputusan beliau. Karena walau telah dibujuk tetap tidak mau meneruskan pemeriksaan dan kemoterapi. Setiap ada kesempatan, ku mampir menjenguk untuk sekedar mengobrol ngalor ngidul tak karuan... sekedar menghilangkan rasa sedih dan sepi... "eh... kamu, Susan..."sapa mimi saat kumenjenguknya. "Iya mi... bagaimana keadaan mimi sekarang?" "Alhamdulillah... rada enak. Kemarin batuk dan terasa sesak nafasnya"lanjut mimi bercerita. "Kalo begitu minum obat batuknya mi. Biar cepat sembuh." Ucapku dengan perasaan sedih. "Iya... " jawabnya santai. Setiap pembicaraan dengan Mimi pasti terasa sebentar padahal sudah lebih dari setengah jam mengobrol. Susan sengaja mencuri - curi waktu untuk selalu dapat menjenguk mimi disela - sela kesibukannya yang begitu padat. Mimi, setiap harinya selalu ditemani suster cantik yang baik dan ramah... disela - sela tugasnya sebagai petugas kesehatan di wilayahnya. Cantik, baik, telaten, ramah, dan sopan. Parasnya yang cantik, sikapnya yang santun membuat keluarga kami terpikat. Kami sangat berterima kasih atas pengorbanannya merawat Mimi layaknya orang tua sendiri. ( kami berdoa semoga Alloh memberikan kesehatan, keselamatan, dan kesuksesan untukmu wahai suster cantik. Aamiin ... ).

( bersambung )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline