Lihat ke Halaman Asli

Ratu Atika Zahra

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dakwah di Era Disrupsi: Tantangan dan Transformasi Digital

Diperbarui: 24 Juni 2024   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Ratu Atika Zahra
Dosen dan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Masalah dakwah saat ini adalah hambatan dan tantangan dakwah. Dalam hal ini, hambatan dakwah adalah dai yang berkualitas rendah, serta keterbatasan berbagai media, waktu, dan lokasi dakwah. Hal-hal yang menghalangi dakwah, seperti dana, Semua ini membutuhkan manajemen dakwah.

Namun, dai dan mitra dakwah melakukan usaha besar untuk mengatasi tantangan dakwah. Mencari cara baru atau perspektif baru untuk berdakwah saat ini dapat membantu mengatasi tantangan dakwah.

Problematika dakwah saat ini bersamaan dengan masa disrupsi yang sulit diprediksi. Disrupsi ini mencakup perubahan besar dalam teknologi informasi dan digital yang mempengaruhi audiens dakwah. Contohnya, penurunan akidah, pengabaian syariah, dan penurunan moral yang muncul tanpa pelaku yang jelas.

Para dai terkejut dengan meningkatnya popularitas judi online yang mencatat total transaksi hingga 600 triliun. Di era disrupsi ini, pelaku judi tidak terlihat secara fisik, transaksi dilakukan secara daring, dan bandar beroperasi dari lokasi yang tidak diketahui. Namun, dampaknya sangat nyata dengan banyak korban yang mengalami kekalahan hingga menyebabkan putus asa bahkan mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.

Dai dan mitra dai harus memahami literasi digital dakwah untuk menghindari masalah di era disrupsi ini. Literasi digital dakwah berarti menggunakan dan mengelola media digital untuk berdakwah, seperti internet. Mengubah kobten dakwah di mesia sosial menjadi lebih teknis.

Selain itu, tiga pesan dakwah utama yaitu akidah, syariah, dan akhlak harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh kelompok yang ada. Di dunia digital, dai tidak boleh berhenti berkarya dan berkontribusi. Di era disrupsi ini, tantangan dan hambatan dakwah datang begitu cepat.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga hubungan yang baik dan memberikan perhatian penuh kepada audiens online. Penting untuk memastikan tidak ada yang keluar dari grup dakwah dengan alasan tertentu. Terkadang, ada audiens online yang terpapar konten yang tidak mendukung gerakan dakwah di era disrupsi.

Secara pribadi, seorang dai harus dapat bertahan dalam berdakwah di era disrupsi ini. Oleh karena itu, dai perlu memantau dengan kritis perkembangan isu atau topik yang sedang tren di dunia digital. Solusi yang ditemukan haruslah canggih dan kompleks untuk menghadapi tantangan tersebut.

Terakhir, untuk berdakwah di era disrupsi ini, seorang dai perlu memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, memahami lingkungan digital dan tantangannya, serta menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam kegiatan berdakwah.
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline