Lihat ke Halaman Asli

Papa Minta Saham, Ketika Raksasa Freeport Tampak Liliput

Diperbarui: 7 Desember 2015   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber : Internet"]
[/caption]

Tak ada cara lain, strateginya harus berwujud kecil dan tak berdaya agar dapat dukungan publik dalam memperpanjang kontrak. Mungkin begitu pikir Freeport yang lagi kepepet harus perpanjang 2 kontrak pada pemerintah RI :

  1. Perpanjangan kontrak ekspor pada 23 Desember 2015.
  2. Perpanjangan kontrak karya pada 2021 yang prosesnya ingin dipercepat pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Kenapa sih Freeport sampai harus repot-repot merancang skema Gulliver?

Ada beberapa alasan :

  1. Jokowi mengajukan banyak syarat jika Freeport hendak tetap beroperasi di Indonesia.
  2. Freeport tahu betul bahwa gelora anti Freeport dan AS cukup besar di Indonesia, khususnya pemerintahan Jokowi.
  3. Freeport sadar tak mungkin memperoleh dukungan publik jika tetap berperan Raksasa dan frontal membawa bendera Freeport.

Solusinya kira-kira begini :

  1. Harus ada kelemahan dari segudang syarat Jokowi pada Freeport.
  2. Kampanye perpanjangan kontrak Freeport jangan frontal bicara perpanjangan kontrak.
  3. Kampanye perpanjangan kontrak Freeport harus direduksi menjadi individu Freeport melawan kongsi gelap pemerintah RI.

Nah, sebelum masuk penjabaran lebih dalam, kita ulas satu persatu. Apa sih syarat-syarat Jokowi buat Freeport?

  1. Freeport harus percepat proses pembangunan ekonomi Papua dan Indonesia.
  2. Freeport agar tingkatkan kandungan lokal (seperti beli bahan peledak ke BUMN PT Pindad dan PT Dahana).
  3. Freeport bangun infrastruktur di Papua (PLTA Uru Muka 1000 MW)
  4. Freeport bayar Royalti lebih tinggi (Emas 3,75% dari 1%, Perak 3,25% dari 1%, Tembaga 4% dari 3,5%).
  5. Freeport tanggung jawab atas limbah hasil eksplorasi di Gunung Bijih, Mimika, Papua Barat.
  6. Freeport harus divestasi 51% saham ke RI baik Pemerintah Pusat, BUMN, BUMD maupun Pengusaha Nasional.
  7. Freeport bangun pabrik pengolahan mineral (Smelter).
  8. Freeport wajib memperbaiki kerusakan lingkungan akibat penambangan massif.

Dari segudang syarat di atas, tentunya poin nomor 1, 2, 5 dan 8 bukan masalah buat Freeport. Pada dasarnya, poin 1, 2, 5 dan 8 memang menjadi bagian operasional rutin Freeport. Bagi Freeport, masalah ada di poin 3 (PLTA), 4 (Royalti Naik), 6 (Divestasi 51%) dan 7 (Smelter).

Ditinjau dari skala prioritas, poin nomor 7 (Smelter) tak mungkin dimentahkan Freeport, karena berkaitan dengan izin ekspor. Makanya, di rekaman pembicaraan Papa Minta Saham pun, Dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memastikan akan bangun Smelter.

[caption caption="Sumber : Transkrip Rekaman Halaman 8."][/caption]

Mau tidak mau, Freeport harus ikuti kewajiban bangun Smelter agar perpanjangan izin ekspor 23 Desember 2015 berlangsung mulus.

Prioritas Freeport selanjutnya, tentu saja poin nomor 3 (PLTA) dan 4 (Royalti Naik). Tentu saja, kalau boleh nego, Freeport akan lebih pilih naikkan Royalti tanpa perlu bangun PLTA. Freeport tentu menilai, naikkan Royalti jadi 3,5% - 4% tak masalah untuk redam protes rakyat RI. Toh, bagi Freeport, masih pegang sisa Royalti 96%. Membangun PLTA kalau bisa tidak usah, karena bagi Freeport tidak perlu. PLTA yang diminta Jokowi berkaitan dengan kebutuhan pasokan listrik Smelter Freeport. Tapi Freeport lebih cerdas, Smelter akan dibangun bekerja sama dengan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) di Gresik. Jadi pasokan listriknya dianggap Freeport sudah tersedia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline