Kontroversi dan permasalahan mengenai pertanahan selalu menjadi isu yang terus bermunculan dan sudah menjadi masalah yang akut selama manusia masih membutuhkan tanah.
Bahkan sejak abad ke-19 pertanahan menjadi masalah yang diakibatkan oleh berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pihak kolonial Belanda. Dimana kebijakan yang secara terang- terangan mengeksploitasi tanah-tanah khususnya yang ada di Jawa dan Madura yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda saat itu.
Seperti yang dibahas dalam buku ini, penjelasan mengenai kebijakan Tanah yang ada di Jawa oleh pihak Belanda ketika VOC mengalami kebangkrutan pada 1799, yang nantinya memunculkan kebijakan sistem tanam paksa (1830-1870). Dan setelahnya pada tahun 1870 berganti menjadi UU Agraria (Agrarische wet) yang membuat pemodal asing bisa masuk ke hindia-belanda.
Setelah kebijakan baru dilakukan banyak muncul perkebunan dan pabrik gula, sehingga banyak tanah milik petani menjadi sempit dan haknya beralih menjadi milik swasta.
Banyak petani dan tenaga kerja di peibumi yang beralih menjadi buruh pabrik gula. Buruh- buruh ini muncul sebagai dampak dari penyempitan lahan petani yang menyebabkan perekonomian para petani yang ada di jawa semakin melemah.
Disisi lain muncul kelas-kelas petani kecil yang berusaha memenuhi kebutuhan hidup dari hasil-hasil pertanian dalam skala kecil yang biasa disebut petani gurem.
Selain itu pula pemimpin desa banyak yang dijadikan perantara pihak swasta sehingga menumbuhkan benih-benih perpecahan yang terjadi antara pemimpin daerah dengan penduduk desa khususnya para priyayi (tuan tanah). Hal tersebut menyebabkan rasa kebencian para petani terhadap para pemimpin desa.
Tanah menjadi makna yang berbeda jika dilihat dari berbagai sudut pandang. Secara ekonomi, tanah adalah faktor produksi sedangkan dari sudut pandang demografi, perbandingan manusia dengan luas tanah pertanian menjadi penting.
Berbeda lagi dengan pandangan hukum yang melihat tanah dari kerangka formal maupun informal yang mengatur segala aktivitas yang ada hubungannya dengan tanah.
Sudut pandang politik memandang tanah dari aspek kekuasaan untuk mengorganisasikan peraturan supaya ditaati. Keempat sudut pandang tersebut digunakan untuk memetakan lapisan-lapisan dalam masyarakat sehingga memunculkan pandangan sosiologis.
Mengenai Penguasaan tanah pada abad ke-19, permasalahan terfokuskan pada perubahan sosial masyarakat madiun pada abad ke-19 yang berkaitan dengan masalah pajak serta pengaruhnya terhadap penguasaan tanah yang dibahas oleh Onhogham.