Di langsir dari pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Yusniar Juliana, jumlah Penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami penurunan sebesar 0,33 persen, dari 231,07 ribu orang atau 6,11 persen pada Maret 2023, turun menjadi 221,34 ribu orang atau 5,78 persen di Maret 2024.
"Berdasarkan daerah tempat tinggal, periode Maret 2023 hingga Maret 2024 jumlah penduduk miskin di perkotaan turun 3,99 ribu orang, sedangkan di pedesaan turun 5,74 ribu orang," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Yusniar Juliana di Samarinda, Selasa.
Persentase kemiskinan di daerah perkotaan turun sebanyak 0,21 persen menjadi 4,47 persen, sedangkan di kawasan pedesaan turun sebanyak 0,52 persen dari 9,28 persen menjadi 8,76 persen.
Ia menjelaskan, garis kemiskinan merupakan nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan nonmakanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin.
Sedangkan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada Maret 2024 sebesar Rp833.955 per kapita per bulan. Dibandingkan Maret 2023, maka garis kemiskinan di Kaltim naik sebesar 5,54 persen.
Angka Tidak Menggambarkan Realita Kemiskinan
BPS adalah salah satu lembaga pemerintah yang tugasnya melakukan survei terhadap pendapatan masyarakat Indonesia. Biasanya BPS pada setiap dua kali setahun akan melakukan survei sosial ekonomi yakni di bulan September dan Maret. Dari hasil survei itu, dilihat bagaimana perilaku konsumsi masyarakat. Kemudian, BPS akan menghitung angka kemiskinan penduduk dari data tersebut.
Ukuran yang menjadi standar miskin dan bagaimana rumah tangga dikatakan miskin di ukur berdasarkan garis kemiskinan, yaitu batas minimal yang layak dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rumah tangga.
Jika dihitung dari besaran GK Rp 535.547 per kapita per bulan, maka pengeluaran masyarakat kurang dari Rp 17.851 per hari masuk kategori miskin atau di bawah garis kemiskinan. Ini artinya, warga negara Indonesia dengan penghasilan di bawah Rp 535.547 per kapita masuk kategori tidak mampu.
Indonesia mengacu garis kemiskinan Bank Dunia yakni ada di US$ 1,90, kemudian Bank Dunia menetapkan basis perhitungan baru dari garis kemiskinan ekstrem. Basis GK tersebut berubah menjadi US$ 2,15 per orang per hari atau Rp 32.745 per hari (kurs Rp 15.230 per US$). Namun Menkeu Indonesia menolak standar baru dari Bank Dunia karena akan berakibat bertambahnya penduduk miskin Indonesia menjadi 40%.
Indonesia yang menganut sistem kapitalisme, mengukur kesejahteraan dan kemiskinan rakyat berdasarkan angka perkapita. Sehingga tidak bisa dipastikan secara akurat siapa sebenarnya yang miskin. Pemerintah pun memberikan bansos dengan asumsi rakyat bisa berbelanja. Dengan belanjanya rakyat maka mengurangi kemiskinan secara tidak langsung. Padahal faktanya, pemerintah tidak dapat memastikan siapa yang kelaparan, siapa yang tidak bisa sekolah, dan siapa yang tidak mampu meraih layanan kesehatan karena tidak punya uang. Karena dalam politik ekonomi kapitalis, negara hanya memastikan ketersediaan barang kebutuhan masyarakat tanpa memastikan setiap individu masyarakat bisa memperoleh barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Jika kita amati dengan mendalam, persoalan kemiskinan tidak lepas dari paradigma sistem kapitalisme dalam menjalankan sistem ekonominya. Kapitalisme menjadikan peran negara tidak lebih hanya sebagai regulato. Sementara rakyat dibiarkan sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa ada jaminan terpenuhinya kebutuhan mendasar, pendidikan, dan atau kesehatan. Masalah yang lebih kompleks lagi yaitu pelaksanaan sistem ekonomi kapitalisme dalam hal kepemilikan. Negara memberikan kebebasan kepada para pemilik modal untuk menguasai sumberdaya alam. Sehingga muncullah para konglemerat-konglomerat yang membeli kekuasaan untuk semakin menambah kekayaannya, maka lahirlah para oligarki. Belum lagi kebutuhan umum masyarakat yang diswastanisasi dan dikomersialisasi seperti pendidikan, kesehatan, jalan, yang hanya bisa diraih dengan adanya uang. Lebih parah lagi dengan sulitnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki semakin menambah daftar kemiskinan.
Syariat Islam Solusi Tuntas Kemiskinan