Batu 2024, Desa Tulungrejo, sebuah kawasan asri di kaki Gunung Kota Batu, menghadapi masalah serius terkait pengelolaan sampah plastik. Setiap hari, sampah plastik menumpuk di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan sebagian besar warga masih menggunakan metode pembakaran untuk mengatasi tumpukan tersebut. Cara ini tidak hanya mencemari udara, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat. Namun, berkat inisiatif program pengabdian masyarakat yang baru saja digulirkan, kini desa ini mulai melakukan terobosan dengan mengubah sampah plastik menjadi ecobrick.
Pada tahap awal, tim pengabdian melakukan observasi mendalam untuk memahami kondisi desa. Dari hasil kunjungan ini, ditemukan bahwa pengelolaan sampah di Tulungrejo masih sangat minim, dan kesadaran akan dampak lingkungan dari pembakaran sampah plastik masih rendah. Oleh karena itu, tim memutuskan untuk mengadakan pelatihan intensif mengenai pengelolaan sampah plastik dengan solusi inovatif, yakni ecobrick. Ecobrick sendiri adalah botol plastik yang diisi penuh dengan sampah plastik bersih, kemudian digunakan sebagai bahan bangunan ramah lingkungan.
Persiapan untuk kegiatan ini dilakukan dengan matang. Tim tidak hanya menyiapkan materi, tetapi juga menyusun instrumen evaluasi seperti pre-test dan post-test untuk mengukur peningkatan pengetahuan warga sebelum dan sesudah pelatihan. Dengan strategi ini, pelatihan diharapkan bisa memberikan dampak nyata bagi kehidupan masyarakat. Semua persiapan administrasi hingga fasilitas pendukung pelatihan pun dijalankan dengan baik agar kegiatan berjalan lancar.
Pelaksanaan pelatihan ini dimulai dengan pre-test untuk mengukur sejauh mana pemahaman awal warga tentang pengelolaan sampah plastik. Warga kemudian diberi materi tentang bahaya sampah plastik, cara membuat ecobrick, hingga strategi pemasaran ecobrick. Materi disampaikan secara interaktif menggunakan presentasi, kuis, dan diskusi. Tak hanya teori, warga juga diajak langsung mempraktikkan pembuatan ecobrick, dan hasilnya, lima ecobrick berhasil diproduksi selama sesi pelatihan tersebut.
Setelah pelatihan, hasil evaluasi menunjukkan peningkatan yang signifikan. Nilai post-test warga meningkat hingga 80% dibandingkan hasil pre-test. Lebih dari itu, warga tidak hanya paham secara teori, tetapi juga mampu membuat ecobrick dengan baik. Evaluasi juga dilakukan melalui monitoring online, dan hasilnya menunjukkan bahwa beberapa warga mulai memproduksi ecobrick secara mandiri. Meskipun masih ada kendala dalam pemasaran, semangat warga untuk terus memproduksi ecobrick menjadi tanda bahwa program ini telah membawa perubahan positif.
Program ini membuktikan bahwa solusi kreatif seperti ecobrick bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan sampah plastik, tidak hanya di Desa Tulungrejo, tetapi juga di banyak tempat lain di Indonesia. Dengan partisipasi aktif dari masyarakat, serta dukungan dari program pelatihan seperti ini, desa-desa bisa berkontribusi pada tujuan pembangunan berkelanjutan. Transformasi sampah plastik menjadi ecobrick tak hanya membantu lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga. Desa Tulungrejo kini berada di garis depan sebagai contoh keberhasilan pengelolaan sampah plastik yang inovatif dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H