Lihat ke Halaman Asli

Ratna Sri Indrawati

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Semarang

Fogging Bukan Solusi Utama, Mahasiswa UNNES Ajak Masyarakat Desa Pekauman untuk Menanam Tanaman Pengusir Nyamuk sebagai Alternatif Pengendalian DBD

Diperbarui: 5 November 2024   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosialisasi kepada Masyarakat Desa Pekauman (Dokumentasi Pribadi)

Banjarnegara, 05 Oktober 2024 --- Fogging merupakan salah satu metode pengendalian vektor DBD yang tidak asing di telinga masyarakat dan kerap dilakukan di berbagai daerah untuk membunuh nyamuk Aedes, vektor utama penyebab DBD. Alih-alih membunuh nyamuk, pelaksanaan fogging sebenarnya tidak dianjurkan karena selain dapat memicu resistensi pada nyamuk, juga karena penggunaan bahan kimiawi dalam frekuensi tinggi dan jangka waktu lama bisa memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Disamping itu, fogging membutuhkan biaya yang besar dan berdampak sementara karena tidak memutus siklus perkembangbiakan nyamuk. Dibutuhkan strategi pengendalian vektor DBD yang lebih ramah lingkungan.

Dalam mendukung upaya penanggulangan DBD, mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang sedang melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) SKM Penggerak menggandeng Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Puskesmas Madukara, dan Perangkat Desa Pekauman untuk mengadakan sosialisasi terkait upaya pengendalian DBD yang ramah lingkungan. Sosialisasi dilakukan pada tanggal 24 September 2024 dan bertempat di Aula Kantor Desa Pekauman, Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara. Pemilihan desa didasarkan karena Pekauman merupakan wilayah dengan insidensi kasus DBD yang tinggi di Banjarnegara. Selain itu, beberapa masyarakat di Desa Pekauman juga masih terlalu bergantung pada pengendalian secara kimiawi, seperti fogging. Disamping itu, wilayah Desa Pekauman merupakan wilayah dengan tanah yang subur.

Berdasarkan situasi tersebut, mahasiswa UNNES, Ratna Sri Indrawati, melihat adanya potensi penanaman tanaman pengusir nyamuk, seperti serai dan lavender, di Desa Pekauman sebagai alternatif pengendalian DBD yang lebih ramah lingkungan dan berdampak jangka panjang. Maka dari itu, selain dilakukan edukasi terkait fenomena penularan transovarial dan upaya pengendalian DBD, dibagikan pula bibit tanaman pengusir nyamuk beserta media tanam (rockwool dan tray semai) kepada sasaran (anggota kader kesehatan desa, masyarakat, dan perangkat Desa Pekauman), lalu sasaran akan melakukan penanaman tanaman pengusir nyamuk secara mandiri di lingkungan rumahnya masing-masing atau dikenal dengan program One Home One Repellherb.

Untuk mendukung kegiatan penanaman One Home One Repellherb, diberikan pula poster edukasi yang berisi tentang jenis-jenis tanaman pengusir nyamuk beserta cara penanaman dan perawatannya. Poster edukasi ini ditujukan agar masyarakat dapat mengetahui perbedaan cara perawatan setiap tanaman pengusir nyamuk, agar proses penanaman dapat berjalan baik dan sesuai dengan petunjuk penanaman. Poster edukasi berisi tentang jenis tanah setiap tanaman, cara perawatan, intensitas penyiraman tanaman, dan lain sebagainya.

Sosialisasi (Dokumentasi Pribadi)

Sekretaris Desa Pekauman, Bapak Sudri, mengapresiasi kegiatan ini sebagai langkah inovatif dalam pengendalian DBD yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Melalui poster edukasi ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait adanya metode pengendalian DBD yang lebih efektif dan alami dengan memanfaatkan potensi alam di lingkungan sekitar. Pembagian bibit tanaman pengusir nyamuk dan penyebaran poster edukasi menjadi bukti nyata kontribusi mahasiswa untuk ikut berperan serta dalam menanggulangi permasalahan DBD di Desa Pekauman dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk beralih pada metode penanggulangan DBD yang lebih ramah lingkungan dan berdampak jangka panjang (berkelanjutan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline