[caption id="attachment_316630" align="alignnone" width="670" caption="Antara / Widodo S Yusuf "][/caption]
Ratna Sarumpaet.
Karena aku tahu Amandemen UUD45 tidak Konstitusional & tidak SAH; Dilakukan tanpa TAP MPR, Tidak Masuk Dalam Lembaran Negara, Dirancang demi kepentingan Asing, Pembuatannya dibiayai Asing (USAID, UNDP, NDI, British Embassy dll);Tahu Partai2 Politik melalui Amandemen UUD45 menghianati Pancasila & UUD’45,mengganti nilai2 Pancasila dengan nilai2 liberal, individual dan pasar bebas, membuat bangsa kita terjajah Asing,kehilangan kemandirian dan kedaulatan; serta memiskinkan Rakyat;Tahu system Pemilu 2014 yang liberal dan traksaksional tidak akan melahirkan pemimpin yang kredibel dan amanat dan karena aku yakin selama system kita belum dikembalikan ke Pancasila/UUD’45 sepuluh Presiden pun tidak akan mampu membawa kita pada perubahan;Maka Aku MENOLAK PEMILU, Mendukung GOLPUT, dan Menyiapkan Sidang Istimewa MPRS 2014.Oleh karena itu, aku tidak punya kepentingan menudung seorang Caleg atau Capres yang sekarang di gadang-gadang.
Namun karena satu setengah tahun lalu aku ikut mengkampanyekan atau mendukung Jokowi untuk duduk sebagai Gubernur DKI Jakarta, aku ingin memberi pandanganku tentang pencapresan Jokowi , hanya sebagai buah pikiran atau opini.
Aku bangga ketika Jokowi akhirnya terpilih jadi Gubernur DKI. Mataku dan mata anak-anakku berkaca-kaca menyaksikan dia mengucapkan sumpah saat dilantik, terharu mendengarnya bersumpah atas nama Tuhan akan mengabdikan dirinya pada Jakarta. Jadi, ketika Jokowi ujug-ujug dicapreskan PDIP tanpa sedikitpun kesadaran untuk lebih dulu meminta izin dan minta maaf pada rakyat Jakarta, jangan salahkan kalau aku kontan kehilangan kepercayaan dan kebanggaanku. Di mataku, Jokowi tidak hanya tak beretika, tapi sekali gus tanpa karakter dan orang yang tak berkarakter bukan pilihan tepat buat Indonesia dalam kondisinya yang sangat terpuruk saat ini, terutama untuk Rakyat Kecil. Orang yang lemah dalam etika dan karakter akan dengan mudah berubah arah, mudah melalaikan sumpah dan empuk untuk ditunggangi kapitalis (lokal maupun asing).
Di dunia politik, terutama politik Indonesia akhir-akhir ini, etika apalagi karakter memang tidak masuk dalam pertimbangan. Tetapi karena saya bukan politisi melainkan budayawan, adalah tugas saya menyampaikan kebenaran, meski hal itu bagi banyak pihak mengganggu atau bahkan menyakitkan. God Bless Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H