Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya, hal tersebut dapat dilihat dari wilayah negara Indonesia yang luas dan memiliki banyak suku bangsa, maka tidak heran jika terdapat banyak bahasa daerah, adat istiadat, tarian daerah, lagu daerah, rumah adat, dan warisan budaya lainnya.
Generasi muda (penerus) menjadi salah satu unsur masyarakat yang diharapkan mampu mempertahankan budaya lokal di tengah perkembangan globalisasi. Namun, sayangnya generasi penerus kurang memahami pentingnya budaya lokal. Mereka kurang berminat untuk mempelajari kebudayan lokal. Selain itu, informasi mengenai keberagaman budaya Indonesia yang dimiliki oleh generasi penerus terbilang masih kurang. Pola pikir generasi penerus menganggap bahwa kebudayaan Indonesia kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Pemikiran ini menyebabkan hilangnya rasa cinta dan bangga terhadap budaya lokal.
Kebudayaan lokal kini mulai luntur dikarenakan masyarakat Indonesia terlihat lebih memilih kebudayaan asing yang dianggap lebih menarik (Nahak, 2019). Budaya yang lebih tinggi dan aktif akan mempengaruhi budaya yang lebih rendah dan pasif melalui kontak budaya (Malinowski dalam Mulyana, 2005). Teori Malinowski ini sangat nampak dalam pergeseran nilai-nilai budaya kita yang condong ke Barat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang terjadi yaitu modernisasi menggeser nilai-nilai budaya, sehingga diperlukannya suatu tindakan agar budaya tidak terkikis oleh perkembangan zaman.
Upaya yang dapat dilakukan adalah ikut melesarikan budaya dengan cara berpartisipasi dalam pelestarian dan pelaksanaannya. Memang tidaklah mudah dalam pelaksanaanya, selain mereka lebih tertarik dengan budaya barat mereka juga kurang berminat untuk mengeksplorasi budaya lokal. Oleh karena itu, perlunya pemikiran cerdas untuk mengenalkan budaya bangsa kepada generasi penerus saat ini.
Fenomena globalisasi tentunya didukung oleh perkembangan dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan pendidikan seharusnya dapat menjadi fasilitator untuk menumbuhkan minat generasi penerus khususnya peserta didik agar terus mengeksplorasi budaya. Salah satu tempat yang efektif untuk menerapkan hal tersebut adalah sekolah. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 menyatakan bahwa presentase anak remaja Indonesia belajar hingga jenjang SMA/sederajat mencapai 88,70% untuk masyarakat perkotaan dan 81,23% untuk masyarakat pedesaan. Data tersebut memperlihatkan bahwa banyaknya remaja Indonesia yang mengenyam pendidikan di sekolah.
Pada dasarnya sekolah merupakan tempat kebudayaan karena proses belajar merupakan proses pembudayaan yakni untuk pencapaian akademik siswa, untuk membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu komunitas budaya (Budiarto, 2016). Selain itu, penanaman maupun penerapan nilai-nilai budaya pada tingkat sekolah dapat diterima dengan antusias oleh peserta didik, karena peserta didik pada tingkat sekolah masih semangat dalam eksplorasi banyak hal.
Salah satu cara yang dapat dilakukan khususnya generasi muda dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut budaya lokal yaitu Cultural Experience. Cultural Experience merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural (Sendjaja, 1994). Pengalaman kultural tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Sehingga, pembelajaran berbasis budaya tak lain adalah menerapkan unsur-unsur budaya saat berlangsungnya pembelajaran, hal tersebut dilakukan sebagai salah satu inovasi baru dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berbasis budaya tersebut disebut dengan "Etnomatematika".
Etnomatematika merupakan salah satu wujud pembelajaran berbasis budaya dalam konteks metematika. Etnomatematika dianalogikan sebagai lensa untuk memandang dan memahami matematika sebagai suatu hasil budaya atau produk budaya (Wijayanto, 2017). Budaya yang dimaksud disini mengacu pada keseluruhan aktivitas manusia mengikuti norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, termausk pengetahuan, kepercayaan, seni, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan pada kelompok masyarakat yang berada pada suku atau kelompok bangsa yang sama.
Model pembelajaran etnomatematika dapat digunakan untuk menjelaskan realitas hubungan antara budaya setempat dan matematika pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, penggunaan model tersebut sangat tepat digunakan di Indonesia dalam proses pembelajaran dikarenakan Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman budaya.
Suku Dayak Kenyah yang berada di Kalimantan Timur memiliki motif pakaian adat yang mengandung nilai idealis mengenai cara hidup yang dianut oleh masyarakat suku Dayak Kenyah. Terdapat berbagai penelitian tentang suku Dayak Kenyah yang membahas tentang identitas kultural, penerapan budaya pada interior pendidikan, dan kajian semiotik pakaian adat suku Dayak Kenyah. Namun, dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, jarang sekali penelitian yang mengeksplorasi konsep-konsep matematika yang terdapat pada kebudayaan suku Dayak Kenyah.