Faktor Iklim Buruk Picu Krisis Pangan
Cuaca yang tak menentu menjadi penyebab utama krisis pangan yang melanda tanah air. Sebut saja, kasus melambungnya harga cabai rawit bulan lalu disusul dengan melonjaknya harga beras dan kebutuhan pokok lainnya.
Memasuki bulan ketiga, gejolak fluktuasi harga pangan masih terus terjadi. Pemerintah sendiri terus berinisiatif untuk melakukan impor dalam mengatasi krisis pangan yang dipicu dari faktor iklim.
Indonesia raya, tanah subur membentang luas, ijo royo-royo, kata-kata tersebut sekarang dipertanyakan kembali. Tanah indonesia yang luas dan berpotensi bagus dalam penanaman berbagai jenis tanaman, kenapa harus menghadapi persoalan kekurangan stok bahan pangan? Sehingga harus impor dari negara lain.
Begitu besarnya ketergantungan pemerintah untuk impor bahan pangan dari negara lain, dimana kebijakan yang diambil pemerintah ini hanya bersifat sementara belaka. Sebut saja, berapa banyak beras yang sudah kita impor demi mencukupi kebutuhan pangan sendiri.
Berdasarkan data kementrian perdagangan, realisasi impor beras tahun 2010-2011 per 2 maret mencapai 1,26 juta ton dari target 1,898 juta ton beras. Untuk cabai, tahun ini pemerintah pun mengimpor cabai sebanyak 15.000 ton, dan kedelai sekitar 1,7 juta ton per tahun. Bawang merah impor capai 17,25 juta kilogram dari Vietman dan Thailand sepanjang Januari 2011.
Musim hujan sepanjang tahun 2010 hingga saat ini tentunya membuat para petani resah karena jatah mereka panen pun berkurang bahkan terancam gagal panen.
Hal ini pun mendapat perhatian khusus pemerintah sehingga mengeluarkan inpres tentang pengamanan produksi beras nasional dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim.
Adapun 10 langkah peningkatan produksi beras 2011 adalah :
- Mendorong sejumlah provinsi sentra produksi padi untuk menggunakan benih unggul bersertifikat
- Melakukan pendataan lebih kurang 600 penggilingan padi, masing-masing berkapasitas 2.000-3.000 gabah kering giling perhari dan mengupayakan menekan kehilangan gabah di penggilingan padi. Upaya ini diharapkan akan memberikan tambahan produksi 60.000 ton – 100.000 ton GKG.
- Mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa untuk mengejar tambahan produksi 500.000 ton-600.000 ton GKG.
- Meningkatkan indeks pertanaman di sejumlah daerah yang masih lebih rendah ari rata-rata nasional.
- Membuat analisa resiko terhadap iklim yang dipetakan hingga ke kecamatan
- Mengintersifkan lahan
- Menjaga ketersediaan benih
- Pengendalian organisme pengganggu tanaman
- Mengoptimalkan petugas lapangan/ penyuluh
- Mendorong penganekaragaman dan konsumsi nasional
(Sumber: Kementrian Pertanian)
Impor terhadap bahan pangan disaat krisis memang salah satu upaya terakhir dari pemerintah dalam mengatasi krisis, namun sangat disayangkan apabila cara impor terus menerus dilakukan dengan dalil tak ada cara lain. Seharusnya pemerintah sejak awal lebih memprioritaskan sektor pertanian sehingga krisis pangan pun bisa teratasi tanpa impor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H