Yuk hana adalah seorang penjahit yang masih memakai mesin jahit classic dan itu adalah barang satu-satunya yang dia punya untuk mencari nafkah meskipun dia bersuami.
Anaknya yang masih taman kanak-kanak sering sekali rewel sehingga membuat fikiran yuk hana semakin carut marut. Bagaimana tidak, dia terus bekerja dari pagi sampai malam hari dan masih mengurus anaknya sendirian. Suaminya hanya tidur ketika pagi hari dan bangun ketika malam hari, bukan untuk menemani yuk hana tetapi untuk bermain catur bersama teman-temannya.
Tidak sekali dua kali tapi semenjak mereka menikah, ketika yuk hana meminta sedikit pengertian tentang kebiasaan buruk suaminya untuk di rubah yang terjadi malah mengajak ribut dan membenarkan diri, sehingga yuk hana memilih untuk mengalah.
Kenapa memutuskan menikah jika lepas terhadap tanggung jawab dan membebani yuk hana semua.
Kadang kala anaknya yang menjadi korban entah di cubit ketika rewel, di bentak ketika merengek meminta sesuatu. Penyesalanlah yang menyelimuti yuk hana ketika malam tiba. Menangis di depan anak yang sedang tertidur lelap sambil meminta maaf dan tetap mengulanginya lagi esok hari. Anak akan menjadi pelampiasan ke tidak harmonisan orangtuanya.
Badan yuk hana yang kurus kering dengan wajah yang masih bisa tersenyum saat melayani pelanggannya. Seandainya saja senyumannya sebahagia kehidupannya.
Uang yang didapat dari menjahit selalu digunakan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Disisi lain ada anak yang polos dan lugu melihat kehidupan keluarganya, berfikir siapakah yang sebenarnya berperan penting ketika menjadi orang tua, kenapa hanya ibu yang menopang semua. Bagaimana dengan peran seorang ayah.
Gadis cantik yang bernama ayu itu sudah merasakan kehidupan keluarga yang tidak seperti teman-temannya. Bahkan uang sakunya hanya seribu rupiah setiap harinya.
Ketika ayu meminta ke ayah untuk membeli mainan seperti teman sebayanya, selalu di alihkan ke ibunya.