[caption id="attachment_190131" align="alignnone" width="640" caption="Yuhuatai"][/caption]
Kota Nanjing, walaupun kalah terkenal dari Beijing maupun Shanghai ternyata memiliki banyak mutiara terpendam. Kota ini memang tidak banyak dikunjungi wistawan asing seperti dua kota sebelumnya, namun, di sini banyak sekali tempat-tempat yang menarik dan sayang kalau dilewatkan begitu saja.
Taksi saya berhenti tepat di depan pintu masuk sebuah taman yang sangat luas. “Welcome you to Yuahuatai Terrace Scnenic”, demikian sebuah baliho raksasa menyambut saya di taman yang terletak di jantung kota Nanjing ini.
[caption id="attachment_190132" align="alignnone" width="360" caption="Bunga dan Bendera"]
[/caption]
Yuhuatai sendiri secara harfiah berarti Teras Bunga Hujan, yang konon sudah ada sejak jaman DInasti Liang di sekitar abad ke 5 dan enam ketika agama Buddha sedang berkembang di daratan Cina. Menurut legenda, kerika seorang pendeta Buddha sedang berkhotbah di tempat ini, tiba-tiba saja dari langit turun bunga-bunga yang demikian banyak sehingga disebut Hujan Bunga atau Yu Hua.
Saya memasuki taman raksasa yang luasnya lebih dari 153 heltar ini. Sebuah taman kecil dengan hiasan bunga-bunga yang dipangkas sehingga membentuk tiga bua aksara Cina yang dibaca Yu Hua Tai tampak manis sekali berada menjadi latar belakang sebuah tiang tinggi dengan bendera merah berbintang lima yang berkibar dengan gagah di langit kota Nanjing. Di sekeliling bunga dan tiang bendera ini, rangkaian bunga aneka warna menambah manisnya suasana.
[caption id="attachment_190133" align="alignnone" width="640" caption="Monumen 9 martyr"]
[/caption]
Perjalanan dilanjutkan dengan menaiki beberapa anak tangga dan sampai di sebuah lapangan dari beton yang luas.Tepat di depan sebuah bukit yang tampak rimbun dengan pepohonan terdapat sebuah monumen yang menjadi ikon taman ini.. Monumen berupa patung yang dipahat dari batu granit ini berukuran sekitar 14 x 10 meter dan menggambarkan anggota partai komunis, cendikiawan,buruh,petani, dan prajurit.Saya menghitung jumlah patung dan ternyata ada sembilan orang yang dipahat menjadi kesatuan monumen yang menarik dan sangat khas monumen komunis.
[caption id="attachment_190134" align="alignnone" width="360" caption="Tugu di atas bukit"]
[/caption]
Anjang sana di bagian utara taman ini baru merupkan awal saja. Saya melanjutkan pengembaraan menuju ke bagian tengah taman. Di sini terdapat sebuah bukit yang tinggi, dimana kita harus kembali menaiki ratusan anak tangga untuk mencapai puncak, Dan di puncak bukit ini terdapat sebuah memorial berupa sebuah tugu setinggi kira-kira 6 atau 7 meter. Yang menarik adalah sebuah ukiran kata-kata yang menurut kisah ditulis oleh Ketua Mao sendiri. Saya tidak dapat membaca aksara Cina tersebut. “long Live Revolutionary Martyrs” demikian kira-kira terjemahan tulisan itu ketika secara kebetulan saya bertemu dengan seorang wisatawan asal Hongkong yang bisa membaca aksara Cina.
Menurut sejarahnya, di tempat ini, telah terjadi peristiwa bersejarah yang merekam kesedihan perang saudara antara dua ideologi di Cina yaitu Nasionalis dan Komunis. Pada 1927 , tempat ini dijadikan sebagai tempat pembantaian orang-orang komunis. Dan jumlahnya bahkan bisa melebihi seratus ribu orang sampai Cina dikuasaikomunis pada 1949. Karena komunis yang menang maka tempat ini dijadikan semacam taman pahlawan bagi kaum komunis.Di bagian barat taman ini, masih dapat kita jumpai sebagaian batu nisan para martir tadi.
[caption id="attachment_190135" align="alignnone" width="640" caption="Not balok lima bahasa"]
[/caption]
Saya menuruni bukit dan berjalan ke bagian lain dari taman ini. Sebuah tugu batu granit menarik perhatian saya. Di batu ini diukir not balok sebuah lagu yang ditulis dalam beberapa bahasa. Selain dalam aksara Cina ada empat bahasa lagi yang mewakili etnis minoritas di Cina. Ada yang pakai huruf arab yang saya kira adalah bahasa Uyghur, ada lagi yang ditulis dalam aksara Tibet. Namun yang menarik adalah yang ditulis dalam aksara Latin namun saya tidak tahu bahasa apa ini. Satu lagi bahkan ditulis dalam aksara yang aneh dan saya tidak kenal.
[caption id="attachment_190136" align="alignnone" width="360" caption="Bahasa apa ini?"]
[/caption]
Masih di sekitar tempat ini, juga ada beberapa monumen yang menggambarkan orang-orang yang sangat kental ciri komunisnya. Sebuah lambang palu arit ada di sudut monumen dan sebuah lambang bintang lima juga ada di pojok yang lain.
[caption id="attachment_190138" align="alignnone" width="640" caption="Gedung Megah di dalam Taman"]
[/caption]
Namun yang menjadi tempat sentral taman ini adalah sebuah bangunan besar yang sekarang digunakan menjadi sebuah museum. Gedung megah ini berisi uraian, foto, dan profil orang-orang komunis yang menjadi korban di Taman Yuhuatai ini.
Sebuah toko cendra mata juga terdapat di samping gedung dan benda unik yang dijual adalah Yuhuashi atau batu bunga hujan yang bentuknya bermacam-macam dengan warna yang juga sangat menarik. Di sekitar taman juga banyak lapak-lapak yang menjual souvenir termasuk Yuhuashi ini. Harganya bervariasi dari 1 Yuan hingga ribuan Yuan.
[caption id="attachment_190139" align="alignnone" width="640" caption="Anak sekolah berbaris rapioh"]
[/caption]
Saya kembali berjalan mengitari taman ini dan secara kebetulan bertemu dengan beberapa rombongan anak sekolah yang berbaris rapih , Mungkin mereka dalam rangka semacam study tour mengunjungi tempat-tempat bersejarah di kota Nanjing.
Akhirnya, kaki pun terasa mulai lelah menyusui taman yang maha luas ini, dan saya pun meninggalkan taman ini dengan sebuah kesan yang mendalam. Betapa sebuah taman dan makam yang besar juga dapat dijadikan tempat wisata yang menarik. Sebuah perjalanan yang berkesan ke Lubang Buaya versi Cina di Nanjing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H