Lihat ke Halaman Asli

Bank BTN Riwayatmu Kini

Diperbarui: 4 April 2017   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1398680769356298962

istimewa
Siapa yang tidak kenal dengan Bank Tabungan Negara alias Bank BTN? Semua orang pasti kenal. Bank ini dikenal sebagai bank yang paling sering memberikan kredit perumahan kepada masyarakat. Ya, KPR BTN merupakan produk dari BTN yang paling terkenal. Menjangkau seluruh Indonesia dan menjangkau berbagai macam kalangan sosial. Namun dibalik prestasinya tersebut, ternyata bank ini terancam bankrut.

Sebuah rilis media menyatakan bahwa BTN merupakan sebuah bank dengan tingkat kredit macet paling tinggi. Nilai kredit macet di Bank BTN paling bontot ini terus membesar setiap tahun. Sejak tahun 2009 - 2013, kredit macet yang masuk kolektibilitas 5 naik dari hanya Rp 1,06 triliun (2009) menjadi Rp 3,15 triliun.

Ratio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BTN juga terus meninggi. NPL Net BTN di 2009 sebesar 2,75% naik  menjadi 3,15% tahun lalu. Meningkatnya kredit macet di BTN tersebut membuat beban bank makin menumpuk. Masalah besarnya adalah untuk kredit macet yang masuk kolektibilitas 5, BTN harus menyiapkan pencadangan hingga 100% atau senilai kredit macet tersebut. BTN terancam pailit jika terus begini.

Selain permasalahan keuangan, BTN juga bermasalah dalam hal ketenaga-kerjaan. Bagaimana tidak, rasio produktivitas karyawan PT Bank Tabungan Negara (BTN) merupakan yang terendah dibandingkan tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya seperti Bank Mandiri, Bank Niaga Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Menurut Edwin Sinaga yang merupakan pengamat perbankan, bahwa perhitungan revenue per head account terlihat bahwa BTN kurang efisien. Ia berpendapat bahwa tingkat produktivitas karyawan BTN semakin rendah karena efisiensi dan kemampuan BTN sangat terbatas dalam berekspansi.

Tapi sialnya, walaupun tidak produktif. BTN tetap menjadikan karyawannya mendapatkan gaji yang diatas rata-rata. Kasus ini seakan mengingatkan kita dengan peribahasa "besar pasak daripada tiang".

Akhrinya, saya simpulkan bahwa BTN memang sudah melekat di hati rakyat. Namun ia sudah tidak mampu lagi berkembang dengan zaman yang terus bergerak. Perlu suntikan modal tapi bukan dalam bentuk subsidi. Mungkin akuisisi merupakan cara yang tepat untuk menyelamatkan BTN dan tetap menjadikan BTN sebagai Bank yang dekat dengan rakyat.

Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline