Empat puluh hari setelah kepergianmu,
Pagi ini aku mengantar Sachi gadis kecil kesayanganmu ke sekolah. Hal yang biasa dulu kamu lakukan. Biasanya kamu yang memandikannya, menyisir rambutnya yang panjang sepertiku dengan lembut dan memakaikan baju seragam Kindy berwarna biru. Sementara aku sudah berangkat bersama Hezkie, anak sulung kita.
Aku mengantarnya sampai pintu kelasnya, sengaja aku tidak langsung pergi. Aku memperhatikannya diam diam dari jauh, aku melihatnya tidak seriang biasanya, dia hanya duduk dan tidak bergabung dengan teman temannya yang sedang berlarian. Dia sedang merindukanmu, sama besarnya dengan rasa rinduku padamu.
Tak bisa di cegah, tiba tiba saja kenangan bersamamu melintas. Seperti baru kemaren kita membicarakan gadis kecil kita dengan tertawa bahagia.
" Mas, kelak jika Sachi SMA, bolehkah jika ada temen cowok nya yang datang ke rumah untuk apel "
" Boleh tapi aku harus ikut duduk di antara mereka, dan nggak boleh di bawa keluar rumah "
Dan kita tertawa membayangkan Sachi saat menginjak remaja kelak. Aku ingat sekali perbincangan selanjutnya.
" Dek, kelak jika anak anak kita sudah berumah tangga, kita akan kembali tinggal berdua di rumah ini, menua bersama, saling merawat cinta kita "
" Semoga anak anak tidak tinggal jauh dari kita ya Mas, supaya kita tidak kesepian "
" Jangan kuatir, ada aku yang akan mendampingimu ". Katamu sambil mengusap lembut jemariku.
Dan semua terbang di telan takdir. Tuhan lebih menyayangimu mas, kamu milikNYA dan di minta kembali olehNYA. Hanya saja kepergianmu sangat mendadak. Istirahatlah Mas, di sini aku masih terus berjuang tentang ikhlas.