Baru-baru ini tersiar kabar bahwa Gubernur NTT mulai memberlakukan jam masuk sekolah untuk anak SMA pada pukul lima pagi. Dalam hal ini, ada faktor yang melatarbelakangi kebijakan jam masuk tersebut.
Perlu diketahui, bahwa jam masuk yang diberlakukan hanya dua sekolah saja, yakni Akpol dan Akmil. Jika alasannya untuk kedua hal tersebut bisa masuk akal karena sebagai latihan agar ketika masuk universitas sudah terbiasa. Namun, jika kebijakan tersebut diberlakukan di seluruh sekolah, maka akan berdampak besar pada efektifitas belajar dan kualitasnya.
Bagi anak yang terbiasa bangun subuh mungkin tidak ada masalah, hanya pada waktu tersebut anak-anak tidak akan bisa sarapan dengan baik. Tentu akan berdampak pada saat dimulai pelajaran.
Di indonesia sendiri ada banyak jenis sekolah yang memberlakukan jam masuk yang berbeda-beda tergantung jenis sekolahnya. Untuk sekolah negeri biasanya setengah tujuh itu sudah harus sampai di sekolah.
Namun, untuk sekolah swasta ada juga yang memberlakukan jam masuk pukul delapan. Jika diterapkan juga pada seluruh wilayah, bukan tidak mungkin gelombang protes akan dilayangkan pada pemerintah jika kebijakan ini diberlakukan.
Anak-anak yang sudah nyaman dengan pembiasaan masuk pukul tujuh ataupun pukul delapan bagi sebagian sekolah swasta, maka akan menurun dalam kemampuan belajarnya.
Secara umum, jam tersebut bukanlah jam ideal anak-anak untuk bersekolah karena mereka masih dalam tahap berkembang secara emosi dan psikologi.
Bukan tidak mungkin, anak-anak yang merubah aktivitas biasanya dalam keadaan tidak nyaman, maka psikologinya juga akan serta merta terganggu.
Anak akan merasa dipaksa untuk belajar dan tidak mempersiapkan kegiatan belajarnya secara maksimal. Selain itu, konsentrasi belajarpun akan terganggu dan tentu berpengaruh juga pada kualitas sumber daya manusianya.
Sementara untuk memenuhi target pemerintah dengan wajib belajar sembilan tahun pun apa akan tercapai jika pemerintah tidak memikirkan keberlangsungan program kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan melalui kebijakan yang setengah-setengah.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan pemerintah adalah kemajuan yang akan dihadapi anak-anak generasi Z ini dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program-program pemerintah yang menyasar sekolah-sekolah yang tidak tersentuh modernisasi. Seperti di pelosok-pelosok desa yang bisa jadi di sana banyak potensi anak-anak yang berprestasi namun kurang beruntung.