Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
tempo.co
Lebaran identik dengan mudik. Lebaran merupakan momen yang paling dinanti-nantikan oleh semua perantau karena disaat itulah mereka berkesempatan untuk pulang ke kampung halamannya dan bersilahturahmi dengan keluarga dan sanak saudaranya. Namun, ada yang berbeda dengan lebaran dua tahun belakangan ini, yaitu tidak diperbolehkannya mudik. Tentu peraturan ini sangat memberatkan bagi para perantau. Namun, bagaimanapun peraturan ini ada untuk kebaikan bersama, agar menghindari penularan virus covid19.
Banyak perantau yang tetap nekat mudik walaupun sudah dilarang. Seperti ada yang mudik jauh-jauh hari sebelum lebaran agar bebas dari penyekatan, adapula yang tetap mencoba mudik walaupun penyekatan sudah diadakan sehingga mereka harus rela bolak-balik, mencari jalan mana yang bebas dari penyekatan. Mereka rela melakukan itu semua demi bertemu keluarga tercinta di kampung halamannya, terlebih lagi ini merupakan tahun kedua mudik dilarang yang berarti kemungkinan besar ditahun 2020 kemarin mereka juga tidak mudik lebaran.
Penyekatan juga disertai dengan tes acak di 381 lokasi. Dan dari lokasi tersebut didapatkan hasil 4 ribuan pemudik positif COVID19. Ini adalah sebab utama diadakannya peraturan larangan mudik. Pemudik ditakutkan OTG dan menularkan virus ke kekeluarga terdekatnya, begitupun sebaliknya. Apalagi lebaran identik dengan kumpul-kumpul untuk bersilahturahmi sehingga lebih rentan penularannya dan keselamatan pun dipertanyakan. Walaupun begitu masyarakat belum memahami betul maksud dari larangan ini dan menganggap aturan ini hanya demi kepentingan pemerintahan saja, sehingga mereka masih nekat untuk mudik walaupun mereka sendiri belum memastikan apakah mereka terbebas dari virus COVID19 ataupun apakah keluarga yang ditemuinya terbebas dari virus COVID19 atau tidak.