Lihat ke Halaman Asli

Rati Kumari

An Author A Writerpreneur

Sayap Keberanian Kaya dan Tianaga

Diperbarui: 24 Januari 2025   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Di kaki Pegunungan Rocky, di padang luas tempat angin menderu bagai bisikan leluhur, Tianaga, seorang pria dari suku Lakota, tinggal sendirian di sebuah pondok kayu tua yang dia bangun. Nama Tianaga berarti "serigala yang berlari", sebuah gelar yang disematkan ayahnya, seorang pemburu ulung. Namun, Tianaga bukan pemburu. Dia lebih memilih merawat alam, memahat kayu menjadi ukiran yang menceritakan legenda sukunya, dan merenung dalam kesunyian hutan.

Hari itu, Tianaga berjalan di tepi sungai. Dia mendengar suara rintihan kecil dari bawah semak. Saat mendekat, dia menemukan seekor anak elang botak dengan sayap yang patah. Mata burung itu menyala dengan keinginan hidup, meskipun lunglai. Tianaga membawanya pulang, membalut sayap tak berdaya itu dengan kulit rusa tipis, dan memberi makan dengan sisa-sisa ikan yang dia tangkap.

Sang elang diberi nama Kaya, yang berarti "kebebasan" dalam bahasa Lakota.

"Kaya," Tianaga berbisik suatu malam di depan api unggun, "kau adalah pesan dari leluhur. Kau harus belajar bebas. Namun, aku akan membimbingmu hingga kau siap."

Hari demi hari, Tianaga melatih Kaya. Dia mengangkat burung itu ke udara, melatihnya melawan angin, dan mengajarinya memekik seperti raja langit. Namun, saat tubuh dan sayapnya tumbuh gagah, Kaya tetap tidak mau meninggalkan tanah. Tianaga menyadari satu hal: Kaya takut.

Tof Mayanoff/Unsplash

"Elang sepertimu tidak seharusnya tinggal di bumi," Tianaga berkata suatu hari. "Namun, aku takkan memaksamu. Kebebasanmu adalah hakmu."

Satu pagi, Tianaga bangun mendapati kandang Kaya kosong. Jejak kaki mengarah ke utara, menuju desa orang kulit putih. Hatinya berdebar. Dia tahu Kaya telah dicuri. Tianaga segera mempersiapkan kudanya dan menempuh perjalanan melintasi padang rumput yang seolah tanpa tepi.

Dia sampai di pasar kecil di dekat sungai besar. Pasar itu penuh dengan pedagang kulit putih dan pembeli yang mencari barang-barang eksotis. Tianaga menyusuri keramaian hingga Kaya terlihat terikat di tiang kayu. Burung itu mengepakkan sayap lemah, matanya memancarkan ketakutan.

"Kaya ...." Tianaga berbisik, mendekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline