Lihat ke Halaman Asli

Ratih Purnamasari

TERVERIFIKASI

Tata Kota

"Travel to Remote", Mama Penjual Ikan dan Koki Kapal Penjual Es Krim

Diperbarui: 8 Maret 2019   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana kegiatan jual beli tangkapan laut di dermaga Distrik Roswar (Foto:Dokumentasi Ratih)

Seperti biasa, setiap kembali bertugas di Kabupaten Teluk Wondama ingatan saya selalu merasa akan ada kejutan baru di setiap perjalanan. Kejutan itu sering saya rasakan ketika berada di pelabuhan rakyat yang ada di distrik-distrik kepulauan. 

Bila tiga tahun yang lalu rute kapal penumpang dari Manokwari menuju Wasior hanya mampir di Distrik Windesi, Soughwepu, dan Roon maka tahun ini sudah dibuka rute baru yakni Manokwari-Soughwepu-Roswar-Wasior. Wasior sendiri adalah Ibukota Kabupaten, jantung segala aktivitas perdagangan dan lalu lintas jalur laut. 

Sebagai informasi, Kabupaten Teluk Wondama ini terdiri dari 13 Distrik yang membentang di sepanjang pesisir Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Roswar sendiri merupakan distrik yang berbentuk kepulauan sendiri, sama dengan Distrik Roon, sehingga ketika rute Manokwari-Roswar-Wasior di buka, saya akhirnya kembali menemukan kejutan perjalanan yang tidak biasa. Kejutan yang jarang saya jumpai ketika kapal penumpang bersandar di Distrik Soughwepu, Windesi dan Roon.

Sebuah ironi: Jual Beli Unik Antara Ikan dan Es Krim
Dari kejauhan saya melihat anak-anak kecil berlarian mendekati  kapal. Saya bertanya-tanya mengapa sekumpulan anak-anak ini tiba-tiba seperti berlomba ingin merapat ke bibir pelabuhan seakan menanti sesuatu depan pintu kapal.

Sementara dari dalam kapal saya melihat koki kapal mengambil coolbox yang sudah terisi penuh dengan es krim dan berjalan ke arah anak-anak pesisir itu berkumpul.

Amboi, ternyata anak-anak itu memadati bibir dermaga merapat ke dekat pintu kapal sembari menjulurkan uang limapuluh ribu untuk membeli es krim. Asal tahu saja, harga es krim bisa berkali lipat harganya karena setahu saya harga normal es krim itu hanya dua ribuan, tapi anak-anak ini membelinya seharga Rp.10.000,00. 

Lama saya mengamati transaksi jual beli antara si koki kapal yang nyambi menjual es krim bersama anak-anak yang kelihatan girang bukan main ketika berhasil meng-genggam es krim kesukaannya. Saya iseng bertanya ke koki kapal, kira-kira es krimnya sering ludes terjual dan ternyata memang habis terjual. Saya melihat ke arah lain di sisi yang berlawawan, saya melihat mama-mama melakukan transaksi jual beli hasil tangkapan laut dengan penumpang kapal.

Hasil laut yang mama-mama ini jual bukan tangkapan laut biasa, karena kalau ini dijual di restoran harganya bisa sangat mahal. Tapi betapa terkejutnya saya ketika mengetahui harga lobster sebesar lengan orang dewasa itu hanya dijual sebesar Rp.100.000,- atau ikan-ikan berukuran besar yang hanya dijual seharga Rp.50.000,-. Selain tangkapan laut, juga dijual daging babi dan semuanya ludes terjual.

Saya masih memperhatikan dua kegiatan proses jual beli hari itu di Distrik Roswar. Proses jual beli pertama yakni jualan es krim antara koki kapal dengan anak-anak pesisir, dan jual beli tangkapan laut antara mama-mama dan penumpang kapal.

Kejadian itu membekas di kepala saya dan melihatnya ibarat sebuah sinyal atau pesan bahwa betapa kesenjangan ekonomi dan sosial itu sangat nyata dan kalau perlu saya sebut terlihat cukup romantis mengakrabi keseharian penduduk setempat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline