Lihat ke Halaman Asli

Ratih Purnamasari

TERVERIFIKASI

Tata Kota

(Polusi-2) Tentang Tanah-tanah yang Tercemar

Diperbarui: 21 Februari 2019   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: (Kompas.com/Robertus Belarminus)

Enam bulan yang lalu saya terlibat dalam satu project Master Plan Persampahan di salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejak kegiatan ini dimulai hingga akhirnya selesai, saya merasa ada yang keliru dengan pola pikir sebagian besar masyarakat perkotaan saat ini, terutama ketika menyangkut sampah (saya pun termasuk dalam kasus ini). 

Kekeliruan yang saya maksud ketika sebagian besar masyarakat kota menganggap sampah adalah urusan petugas sampah, selama mereka rutin membayar iuran maka urusan selesai, yang penting jangan sampai sampah menumpuk berhari-hari/tidak diangkut.

Kekeliruan sekaligus geli yang saya rasakan ketika seluruh responden dimintai tanggapan tentang pemilahan sampah, apakah bersedia melakukan pemilihan atau tidak, dan jawabannya ternyata sebagian besar menjawab tidak dengan alasan yang "masuk akal" bahwa mereka sibuk jadi tidak sempat untuk memilah sampah. 

Sumber link: img-z.okeinfo.net

Sampai disini saya tertegun, mencoba bertanya ke disi sendiri apakah saya sudah siap melakukan pemilahan atau yang lebih ekstrem misalnya mencoba bertahan untuk tidak menghasilkan sampah selama satu minggu.

Saya hanya mencoba menguji diri saya sendiri, apakah sanggup untuk benar-benar mengurangi kebiasaan nyampah di rumah?

Dokumen pribadi

Sebenarnya seberapa serius pemerintah pusat dalam menargetkan pengurangan dan penanganan persampahan di Indonesia?

Cukup mencengangkan bila melihat target pemerintah pusat untuk masing-masing daerah tentang kegiatan pengurangan dan penanganan sampah dengan perbandingan 30% dan 70% (Perpres No.97 Tahun 2017). Mengapa mencengangkan? jadi begini, sejauh ini  daerah yang sudah cukup maju pengelolaan sampahnya (bank sampah dan TPS 3R aktif) ternyata baru mencapai 7% kegiatan pengurangan dan 15% kegiatan penanganan sampah. 

Bisa dibayangkan kondisi kota-kota yang bahkan Bank Sampah dan TPS 3R saja tidak ada. Perlu diketahui bahwa masih banyak pengelolaan sampah kota yang sistemnya benar-benar hanya kegiatan pengangkutan dari rumah tangga sampai ke TPA (tempat pembuangan akhir).

Lalu seperti apa pemerintah daerah/kota mengejar target bombastis tersebut? sementara disatu sisi, jika memang harus ditargetkan sedemikian tinggi maka daerah harus siap-siap menganggarkan kegiatan penanganan sampah yang tidak sedikit, dengan fasilitas yang masih sederhana saja pemerintah harus menganggarkan anggaran penanganan sampah >20 Milyar. 

Mengapa biaya penanganan persampahan sebegitu mahal? Apa perbedaan antara kegiatan pengurangan dan penanganan sampah?

Berikut ilustrasi tentang perbedaan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah:

Dokumen pribadi (Ratih Purnamasari)

Dokumen pribadi (Ratih Purnamasari)

Dari kegiatan penanganan sampah perkotaan, pemerintah daerah mesti menyipkan TPST (tempat pengelolaan sampah terpadu), mirip TPS 3R namun dengan skala pelayanan yang lebih besar, dimana peralatan utamanya adalah harus memiliki incenerator. Sedangkan TPS 3R (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) fokus pada kegiatan pemilahan sampah organik dan anorganik, sampah organik diolah jadi pupuk kompos dan sampah anorganik dijual ke pelapak (baca:pengepul sampah). 

Bagian menarik dari kegiatan penanganan ini adalah adanya perbedaan misi antara Bank Sampah dan TPS 3R. Selama ini kita sama-sama tahu, bagaimana pemberitaan tentang Bank Sampah begitu menjual bahkan kalah jauh dengan TPS 3R. Padahal pada dasarnya Bank Sampah sebenarnya tidak benar-benar menjadi kegiatan pengurangan sampah secara keseluruhan karena yang diputuskan rantainya hanya sampah anorganik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline