Lihat ke Halaman Asli

Ratih Purnamasari

TERVERIFIKASI

Tata Kota

Penting Gak Sih Para Swing Voter?

Diperbarui: 18 Februari 2019   02:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

scienceline.org

Oke, saya cukup sepakat sama Bang Pandji Pragiwaksono soal Pilpres 2019 yang terkesan "menyeramkan." Kedua kubu paslon sama-sama menyebar ketakutan di hampir semua lini media sosial, dan isu yang sering digaungkan itu misalnya kebangkitan Khilafah dan negara yang diambang kehancuran. sebagai calon pemilih saya malah belum bisa melihat seperti apa program dari masing-masing paslon selain visi misi yang sudah tersebar secara massive di media sosial. 

Mungkin tidak usah scanan print out program-program unggulan, paling tidak ada isu besar yang digaungkan cukup masuk akal dari masing-masing paslon saya rasa cukup. Isu besar tersebut yang dipertahankan untuk dibahas dengan dialog-dialog konstruktif dan mendalam. 

Saya mengingat masa-masa pemilihan presiden Amerika Serikat dimana masing-masing kubu memiliki tema khusus yang menjadi ciri khas paslon pada saat itu. Misalnya Hillary Clinton dengan retorika "Stronger Together" dan Donal Trump dengan retorika "American First." Ya saya tidak bermaksud mengharap kedua retorika ini digunakan oleh masing-masing paslon, tapi yang saya tekankan adalah retorika orosinil yang sesuai dengan kondisi bangsa kita saat ini. 

Kita tahu dari kubu TKN Jokowi-Ma'ruf mengusung retorika "Indonesia Maju" dan Kubu BPN Prabowo Subianto dengan retorika "Indonesia Juara". Kalau saya sebagai kelompok yang belum menetukan sikap, tentu saya akan bertanya Indonesia Maju, maju di bidang apa saja dan Indonesia Menang, menang untuk dan dari apa? itu contoh. 

Ada tidak dari retorika-retorika kampanye tersebut yang sudah diuraikan satu persatu oleh masing-masing Capres dan Cawapres? Nyatanya saya belum melihat secara signifikan, selain kegiatan "counter-mengcounter" lewat hashtag di Twitter tentang aktivitas kampanye masing-masing Capres dan Cawapres. 

Dampaknya bisa kita rasakan hingga saat ini, kedua timses hanya sibuk menunjukkan bahwa calon mereka tidak lebih baik dari lawannya, dan saya rasa bukan perdebatan seperti itu yang kita harapkan.

Lalu, apakah kondisi ini memudahkan pada calon pemilih yang belum menetapkan pilihan? kalau saya pribadi memang belum. Ekspektasi saya terlalu tinggi karena mengharapkan media debat ini satu-satunya cara melihat lebih jauh seperti apa pemimpin yang dibutuhkan bangsa kita dalam 5 tahun masa jabatan. 

Mengharapkan media di masa-masa seperti ini rasanya agak pesimis tuk memang pemberitaannya sudah tidak berimbang. Mengandalkan Twitter juga rasanya naif, karena yang berkomen-ria dan saling tweet war ya mereka-mereka juga (Cebong dan Kampret). Boleh dikata hampir tidak ada ruang/corong alternatif bagi swing voter untuk melihat lebih jelas seperti apa daya pikat dan kemampuan masing-masing paslon. 

Tim kampanye keduanya hanya sibuk sanggah menyanggah atau fokus mempertahankan pemilih tetap, sementara kelompok swing voter seakan dibiarkan mencari sendiri, bingung sendiri sampai akhirnya pasrah di hari pemilihan. 

Mudah-mudahan tidak seperti itu karena apalah arti tim sukses jika hanya fokus pada pemilih tetap (yang sedari awal menyatakan dukungan) dan gagap menyusun strategi meraih suara swing voters. 

Alasannya karena para pemilih tetap yang sedari awal sudah menentukan pilihan, mau diprovokasi sedemikian rupa juga tidak akan berpindah karena kelompok ini adalah "spartan-nya" masing-masing paslon. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline