(“Nanti setelah kamu dan adikmu menyelesaikan pendidikan, Bapak ingin pensiun dan membuka usaha kecil-kecilan”). Seperti itulah perbincangan 2 tahun silam antara Saya dengan Bapak. Terlihat harapan orangtua pada waktu itu sangat besar ingin mewujudkan hari tua yang bahagia dan sederhana. Memasuki masa pensiun merupakan tahap baru lagi bagi orangtua saya. Masa pensiun menjadi bagian hidup yang memerlukan perencanaan matang sekalipun terlihat level mimpinya sangat sederhana namun dalam prosesnya membutuhkan perhitungan yang matang.
Saya kemudian memahami bahwa apa yang diidam-idamkan orangtua saya pada hari tuanya (masa pensiun) merupakan sebuah rencana akhir yang klimaks. Beberapa tahapan yang telah dijalani orangtua yang memasuki masa pensiun memerlukan rencana matang. Terutama bagi mereka yang selama ini memang memiliki pekerjaan tetap. Memasuki masa pensiun tentu membutuhkan rencana baru dan adaptasi lingkungan. Dana pensiun yang diberikan oleh pemerintah khususnya bagi pegawai pemerintah sekiranya mirip dana segar untuk menghidupkan mimpi dan rencana pada hari berikutnya.
Sebuah buku yang merupakan catatan/ulasan perjalanan dari Miyazaki (Jepang) Mukhtar Sarman mengulas bahwa sebagian penduduk Jepang pada usia muda sangat berkonsentrasi dengan tidak membuang waktu terlalu banyak untuk bersantai. Semua waktunya dilakukan untuk bekerja. Ini tidak berlaku hanya pada jenis pekerjaan formal saja. Petugas kebersihan dan pemelihara taman misalnya dapat mengumpulkan uang hasil gaji dari pekerjaan mereka kemudian ditabung. Setelah itu di akhir tahun dengan perencanaan keuangan yang cermat, warga Jepang menengah ke bawah ini dapat menyisakan sisa tabungan untuk berjalan-jalan ke negara tujuan di Asia yang dianggap tidak membutuhkan ongkos dan biaya hidup terlalu tinggi.
Tabungan hari tua juga banyak ditawarkan oleh berbagai asuransi. Tujuannya adalah bagaimana merencanakan keuangan secara dini agar dapat dimanfaatkan secara bijak ketika tiba masa pensiun. Semakin memasuki usia lanjut tentu saja perhitungan mengenai skala prioritas menjadi hal yang sangat penting mengingat bahwa pengalaman hidup setengah abad mampu mengajarkan banyak hal pada diri kita. Namun menghadapi masa pensiun dengan segala perencanaanya tidak perlu lagi harus menunggu hinga usia mencapai 50 atau 60, siapa yang mampu menebak dan menerka sampai kapan kita hidup di muka bumi ini.
Saya dulunya masih menganggap bahwa teori kebutuhan hidup Maslow merupakan suatu kenyataan yang terjadi selama bertahun-tahun bahkan hingga saat ini mengenai tahapan yang dilalui manusia dalam jenjang pencapaian selama hidup di dunia. Namun dengan perkembangan jaman, berbagai hal bisa diraih manusia tanpa harus melalui tahapan seperti yang digambarkan oleh Maslow dimulai dengan tahapan pemenuhan sandang pangan, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.
Apabila menghubungkan teori Maslow dengan problematika pensiun, dapat kita asumsikan bahwa pemenuhan sandang dan pangan (25-38 tahun), kebutuhan sosial (30-40 tahun), penghargaan dan aktualisasi diri (40-60 tahun). Berarti pada masa pensiun di usia 40-60 tahun yang diperlukan adalah usaha memaksimalkan rencana bukan baru memulai rencana baru. Rencana masa pensiun tersebut dapat dijalankan pada proses/tahapan “pemenuhan sandang dan pangan”. Disinilah peran asuransi, bagi karyawan, pegawai, pengusaha, pekerja dapat memilih berbagai jenis asuransi untuk rencana memasuki masa pensiun.
Teori Kebutuhan Maslow
(http://noerdblog.files.wordpress.com/2011/10/maslow-noer.jpg
Mungkin saja tidak perlu terjebak dalam rencana statis bahwa pensiun dilakukan pada usia 50 tahun. Bagi pegawai pemerintahan prosedur untuk melakukan pensiun dini akan memakan waktu dan prosedur yang tidak mudah. Hal berbeda terjadi pada pekerja lepas dan karyawan swasta, setidaknya mereka lebih leluasa menentukan percepatan tahapan dalam mencapai target hidup, tentunya dengan perencanaan keuangan yang matang. Berkaca pada pengalaman yang terjadi di keluarga saya, perencanaan keuangan untuk kesehatan merupakan prioritas utama yang perlu dipersiapkan sebelum memasuki masa pensiun. Konsultasi dengan perencana keuangan jika perlu, dapat dilakukan agar kita juga lebih bijak memilih skala prioritas ketika memutuskan untuk menginvestasikan sebagian penghasilan dalam bentuk asuaransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H