Lihat ke Halaman Asli

Kita, Paus, dan Sikap Toleransi

Diperbarui: 13 September 2024   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Puja puji soal kedatangan Sri Paus dari beberapa pihak termasuk umat non Katolik, mendapat sorotan, terutama dari pihak yang tidak menyukai hal itu terjadi. Semisal ketika Imam Besar Masjid Istiqlal menyambut hangat Sri Paus di halaman masjid Istiqlal, dekat terowongan yang menghubungkan masjid itu dengan gereja Katedral yang ada di seberangnya.

Mereka juga mengkritik Menteri Agama yang menyambut ketika Sri Paus tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Dan keesokan harinya, Sri Paus diterima dengan hangat oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan segenap kabinet. Dalam semua kesempatan itu, Indonesia selaku tuan rumah selalu menampakkan keberagaman yang tercermin dari kanak-kanak penyambut Sri Paus di bandara yang memakai baju dari suku yang berbeda, pembaca firman yang dari disabilitas (tunanetra), umat yang menyerukan doa syafaat yang memakai baju dari daerah masing-masing disertai doa dengan bahasa sesuai daerah asal, dan lain sebagainya.

Rentetan peristiwa dan suasana yang menyejukkan itu ternyata masih saja membuat beberapa pihak melihatnya dengan kacamata negatif.  Bahkan mereka menyebut semua yang dilakukan pemerintah dan para pejabat dalam menyambut Sri Paus sebagai toleransi kebablasan.  Karena disinyalir toleransi yang ditampakkan melanggar syariat Islam.

Hal itu sama sekali tidak benar, karena konsep toleransi dalam Islam justru menuntur totalitas dan kelapangan hati seperti  yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam adalah agama damai. Nabi Muhammad selalu mengajarkan keterbukaan terhadap perbedaan dan menghormati keyakinan orang lain, tanpa harus merendahkan keyakinan umat muslim itu sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip ukhuwah insaniyyah (persaudaraan manusia), di mana umat Islam diharapkan menjalin hubungan yang baik dengan seluruh umat manusia, apapun agamanya.

Sebenarnya, Nabi Muhammad sudah memberi teladan soal toleransi. Saat beliau menara regulasi Madinah, keteladaan soal toleransi sudah ditampakkan beliau.  Contoh lain adalah saat utusan dari Bani Najran---yang merupakan kaum Nasrani---datang untuk berdialog dengan Nabi Muhammad di Madinah. Ketika waktu ibadah mereka tiba, Nabi tidak melarang mereka untuk melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi, meskipun mereka berkeyakinan berbeda.

Karena itu, untuk apa pihak-pihak itu menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh para pejabat Pemerintah dan ulama Indonesia itu sebagai sikap toleransi kebablasan. Seharusnya toleransi itu tulus dari hari berdasar dari saling menghargai,. Toh kita bisa memilih sikap toleransi yang bagaimana yang tidak melanggar syariat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline