Lihat ke Halaman Asli

Jauhkan Medsos Jadi Alat Segregasi Nasional

Diperbarui: 19 September 2022   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas- tekno

Saat pertama kali Barack Obama maju menajadi salah satu kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) pada Pilpres AS tahun 2008 melawan McCain, tim pemenangan Obama dan partainya (partai Demokrat AS), banyak menggunakan media sosial sebagai alat untuk mengenalkan siapa Obama, apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan jika dia terpilih menjadi presiden AS. Melalui medsos juga mereka mengumpulkan dana kecil dari masyarakat. Saat itu mereka banyak melakukan kampanye dengan platform twitter disamping kampanye dengan bentuk konvensional.

Cara yang memadukan kampanye dengan system online dan offline itu ternyata berhasil dan menjadikan Obama sebagai Presiden AS ke 44 sekaligus presiden berkulit hitam pertama di AS. Suatu capaian yang fenomenal dan mengesankan sampai akhir masa jabatannya kedua yaitu 2016. Saat itu medsos masih digunakan dengan tujuan yang baik dan bahasanya masih santun.

Pasca pemerintahan Obama berakhir, satu calon presiden partai Republik AS yaitu Donald Trump, memakai medsos sebagai salah satu alat kampanye. Penggunaan medsos oleh tim pemenangan Pilpres Donald Trump sangat massif. Beberapa temuan peneliti global malah menengarai bahwa kampanye medsos untuk Trump juga melibatkan beberapa negara.

Selain massif, sifat kampanye mereka adalah menyasar hal-hal yang berbau rasis (warna kulit). Seperti kita ketahui bersama, warna kulit (warga AS keturunan Afrika dengan wana kulit hitam) adalah menjadi salah satu masalah disana. Banyak diskriminasi menyangkut mereka sejak dahulu sampai sekarang. Dan , rasisme adalah salah satu konten yang banyak disebarkan oleh tim dan simpatisan Trump dalam kampanye itu. Mereka juga tak segan mengucapkan kata kasar dalam bermedsos- suatu cara yang dilakukan banyak pelaku medsos dalam berbeda pendapat-

Alhasil, Trump berhasil menjadi Presiden ke 45mengalahkan Hillary Clinton. Pilpres AS itu dinilai banyak orang (baik orang AS maupun di luar AS) sebagai Pilpres yang menimbulkan segregasi sosial (pemisahan sosial ) di masyarakat AS. Banyak orang AS memaki orang berkulit berwana di medsos- sesuatu hal yang tidak terjadi saat Obama terpilih menjadi presiden AS.

Hanya saja, cara kampanye ala Trump, ternyata juga dilakukan oleh kandidat di Indonesia. Sebutlah Pilkada Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 yang menimbulkan keterbelahan dikalangan masyarakat karena meggunakan Suku Agama Ras dan Antara Golongan (SARA) sebagai senjata politik atau disebut politik identitas. Politik identitas itu menguasai hamper 90 persen narasi di medsos disertai kata-kata yang jauh dari santun untuk menunjukkan pilihan mereka terhadap kandidat tertentu sekaligus menyerang kandidat lainnya. Keterbelahan atau segregasi ini punya dampak nasional bahkan sampai sekarang.

Dua contoh ini, AS dan Indonesia adalah contoh bagaimana bermedsos menjadi tantangan tersendiri dalam bernegara tidak saja untuk mengharmonikan masyarkaat tapi sekaligus juga untuk sanggup bernarasi dengan santun.

Bisakah kita ?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline