Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Sikap Baik Sekarang dan Selamanya

Diperbarui: 14 Mei 2022   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Silaturahmi | Freepik

Idulfitri memang sudah berlalu, sekitar dua minggu lalu. Beberapa kantor sudah masuk, begitu juga sekolah meski beberapa provinsi menyilakan beberapa kantor di bawahnya untuk bekerja dari rumah (WFH).

Meski begitu, suasananya masih sangat terasa. Beberapa orang yang bertemu di lift kantor bersalaman saling memaafkan, begitu juga beberapa kerabat yang datang setelah liburan sekolah usai.

Begitu juga dengan denyut silaturahmi secara virtual. Satu kelompok (atau komunitas) menyampaikan salam memaafkan kepada komunitas lain. Begitu juga secara personal, seseorang menyampaikan permintaan maaf kepada yang lain. Halal bi halal di kantor juga masih terjadi.

Kita tahu Jakarta sering terasa sepi ketika umat Islam merayakan Idul Fitri. Hampir lima juta penduduk bahkan mungkin lebih, warga Jakarta dan sekitarnya (JABODETABEK) mudik ke daerah masing-masing setelah hampir dua tahun ada larangan untuk bepergian ke daerah saat pandemi covid19. Disitulah sangat terasa bahwa tradisi silaturahmi dan mudik amat kental dengan budaya kita.

Selama bulan Syawal ini suasana itu akan tetap ada. Persoalannya apakah selepas Syawal, perilaku dan ucapan yang terjaga seperti saat Ramadan dan Syawal.

Kita tahu ujaran kebencian dan saling merendahkan seringkali masih juga kita jumpai di media sosial. Kadang sebagai awam saya merasa aneh saat sebuah kelompok dan beberapa orang yang terus mencela pemerintah soal pembangunan dan event internasional sirkuit Mandalika. 

Beberapa hal jadi bulan-bulanan bahkan jauh setelah balapan itu usai. Padahal masyarakat internasional memberikan reaksi positif soal Mandalika.

Apalagi sekitar 2,5 tahun lagi, kita harus menghadapi pesta demokrasi yang pasti akan gempita. Sejak tahun 2014, pesta demokrasi memang terasa membanjiri timeline apalagi karena teknologi dan media sudah lancar sehingga para pendukung dan pendengung selalu menyuarakan ujaran kebencian. Itu adalah pelajaran yang buruk bagi demokrasi dan perpolitikan d negara kita apalagi memakai agama sebagai jalan untuk merebut kekuasaan.

Marilah kita mulai sejak sekarang agar semangat berbuat baik dan silaturahmi menjadi titik awal kita menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dalam tutur kata di dunia nyata, narasi-narasi di media sosial, bahkan jika mungkin sampai perhelatan politik yang akan datang.

Kita harus bisa menjaga sikap dan perilaku kita, agar sesuai dengan budaya Indolnesia dan nilai-nilai dalam agama itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline