Lihat ke Halaman Asli

Toleransi dan Keinginan untuk Saling Melindungi

Diperbarui: 13 April 2022   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

antarafoto

Jika kita membaca sejarah dengan cermat, kehidupan harmoni antar umat beragama sejatinya telah tumbuh sebagai tradisi. Bukan hanya soal Wali Songo sebagai tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang bersikap sangat moderat soal akulturasi keyakinan (agama ) dengan budaya, namun sifat masyarakatnya yang selalu mengupayakan harmonisasi dalam semua sendi kehidupannya.

Roh dari harmonisasi ini adalah saling menghargai serta menghormati antar umat beragama. Harmonisasi ini juga membuat Islam bisa berkembang sangat besar di Indonesia; tentu saja karena citranya yang cinta damai dan mau menghargai pihak lain.

Kita bisa menemukan harmonisasi ini ketika hari Natal, dimana Banser dari ormas NU menjaga banyak gereja di Indonesia terutama beberapa daerah di Jawa. 

Beberapa gereja di jawa Tengah tepatnya di Manahan Solo misalnya, punya program khusus Ramadhan yaitu buka puasa bersama. Gereja menyediakan tempat untuk salat lengkap dengan sajadahjuga tempat tadarus. Ini juga terjadi di beberapa wilayah di jawa Timur.

Beberapa daerah lain juga punya tradisi semacam itu. Di Ambon,  pemuda Kristen mengamankan pelaksanaan shalat Idul Fitri. Konflik agama yang pernah ada di Ambon telah pulih dan presepsi masyarakat disana sangat baik soal harmoni dan toleransi. 

Begitupun tradisi umat Nasrani di Manado. Mereka tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga merapikan tempat parkiran untuk umat Islam yang merayakan hari kemenangannya di hari raya Idul Fitri.

Kondisi ini memang menjadi "kekayaan" Indonesia, karena tidak semua negara bisa dan mampu mengupayakan keadaan damai seperti itu. Di tengah kompleksnya perbedaan yang ada, harmoni semacam ini menjadi kebanggaan kita bersama.

Ini tak lepas dari kondisi harmoni yang memang sudah menjadi tradisi. Toleransi adalah sikap lapang dada utuk saling menghargai; yang tidak berpuasa menghargai yang berpuasa, begitu juga sebaliknya  yang berpuasa juga menghargai yang tidak berpuasa. 

Dengan berbesar hati untuk saling menghargai, tidak akan terjadi tindakan main hakim sendiri, pengrusakan warung dan restoran, dan makan di tempat yang sudah ditentukan.

Dari ilustrasi di atas kita bisa paham bahwa toleransi tidak sekadar menghargai, tapi juga saling melindungi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline