Lihat ke Halaman Asli

Perbedaan dan Semangat Berdampingan

Diperbarui: 18 September 2021   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

idn-sumut

Anda pernah ke kota Pematang Siantar. Kota ketiga setelah Medan di Sumatera Utara ini memang  selalu harus dilalui saat akan ke danau Toba. Hanya punya sekitar 250 ribu warga yang punya keyakinan berbeda dan masuk  dalam katagori merah saat Pilkada karena komposisi keyakinan berbeda di kota kelahiran mantan Presiden Adam Malik itu berjumlah seimbang. Namun sampai Pilkada berakhir tidak ada konflik berarti di kota asal Roti Ganda ini.

Jika ke sana cobalah ke simpang Pertamina, Kelurahan Pondok Sayur di kecamatan Siantar martoba. Di sana Anda akan menemukan sebuah gereja yang berdampingan dengan masjid ; Masjid Bhakti dan Gereja Kristen Protestan di Indonesia (GKPI) yang hanya dipisahkan oleh sebuah gang  yang melambangkan bentuk toleransi di kota itu.

Sebulan lalu memang polisi menangkap seorang pria yang menaruh tas dengan tulisan "Awas ada bom" yang ternyata keramik sebagai benbtuk teror namun kota ini tercatat belum pernah mengalami gejokaj konflik karena perbedaan keyakinan. Ternyata salah satu resep keadaan damai itu bukan hanya pada gereja dan masjid yang berdampingan namun juga kearifan lokal "dalihan na tolu' yang kurang lebih berarti menjaga keadaan harmonis dalam kekerabatan. Artinya, warga di kota itu amat menghargai kerukunan dan persaudaraan dalam keadaan keyakinan dan status sosial masyarakat yang berbeda-beda.

Pemantang Siantar hanya satu dari sekian kota pluralis yang dapat menjaga keharmonisan dan persaudaraan dengan kondisi yang plural. Ada kecamatan Panggang di kabupaten Gunung Kidul yang mampu menjaga persaudaraan antara kaum berkeyakinan Budha dan Islam. Lalu ada relasi yang sangat baik antara warga berkeyakinan Kong Hu Chu dan Muslim di kawasan Benteng di tangerang. Ada juga di Muntilan (Magelang- Jawa Tengah) dan kota Ende di Nusa Tenggara Timur yang memperlihatkan relasi yang baik antara Katolik dan Muslim. Mungkin Anda juga bisa menemukan fenomena relasi positif itu di kota Denpasar dan Badung di Bali, di daerah Lingsar Lombok Barat antara Hindu dan Islam Wektu Telu.

Apa sih makna ilustrasi pluralisme di atas ?

Yaitu bagaimana warga di kota-kota itu membangun dan memperkuat persaudaraan bukan hanya terbatas dengan warga dengan keyakinan, etnis, budaya dan suku yang sama tapi juga memperkuat persaudaraan kebangsaan. Hal itu diperlihatkan dengan tidak adanya konflik dan membangun daerah bersama-sama.Bagaimana Hindu dapat menerima masyarakat muslim wektu telu dan bagaimana masyarakat muslim dapat menerima masyarakat Katolik di wilayah mereka?

Itulah juga yang menjadi alasan para proklamator mendirikan negara tidak menyempitkan persaudaraan berdasarkan identitas primodial. Sehingga kita bisa tetap kuat sampai sekarang sebagai bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline