Lihat ke Halaman Asli

Orang Tua Penentu Karakter Anak

Diperbarui: 24 Mei 2016   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

anak dan orang tua - www.liputan6.com

Anak lahir dalam keadaan bersih. Belum ada pengaruh baik atau buruk. Namun, si anak dilengkapi akal dan pikiran, yang bisa diarahkan menujuk ke arah kebaikan atau keburukan. Ibarat kertas, anak yang baru lahir masih putih, belum berisi banyak coretan ataupun warna.Nah..mau diisi apa kertas yang masih putih itu? Mau di kasih warna apa kertas itu? Tergantung dari pendidikan orang tua. Coretan-coretan itulah, yang kelak menjadi dasar bagi si anak, untuk survive menuju remaja dan dewasa.

Pendidikan karakter terhadap anak, memang harus ditanamkan sejak dini.  Bagaimana sikap anak itu dikemudian hari, tergantung dari bagaimana karakter yang diberikan orang tua kepada si anak. Jika sedari kecil, sang anak mendapatkan kasih sayang, perhatian yang lebih, sang anak akan belajar bagaimana mengasihi orang lain. Dia akan merasakan kebaikan itu seperti apa. Usapan lembut tangan sang ibu, membuat dia merasa nyaman. Ketika besar nanti, usapan yang sama diharapkan bisa dilakukan terhadap orang lain. Usapan yang penuh kasih sayang.

Begitu juga dengan perkataan. Meski belum bisa mendengar, tapi anak punya memori yang kuat. Karena itulah, jangan sekali-sekali berkata tidak baik. Karena anak akan merekamnya, dan akan dilakukan. Ajarilah sang anak dengan perkataan baik, perkataan yang menyejukkan orang lain. bukan perkataan yang bisa memicu konflik antar sesama. Jika sang anak merekam perkataan atau perilaku tidak baik, menjadi kewajiban bagi orang tua untuk meluruskan. Bahwa perilaku yang dia rekam tersebut tidak baik. Sehingga anak akan bisa memahami, mana yang baik dan mana yang salah.

Belakangan, publik dikejutkan dengan video anak-anak yang dilatih perang oleh kelompok ISIS. Si anak juga berpakaian militer, seakan ingin memfasilitasi keinginan si anak, yang ingin menjadi tentara. Karena keinginan anak ketika kecil rata-rata ingin jadi tentara. Apalagi ISIS juga melatih anak menggunakan senjata. Persoalannya, dibalik perbuatan tersebut, ada doktrin yang menyesatkan. Yang berpotensi bisa membuat si anak menerapkan kekerasan, dengan menggunakan senjatanya terhadap orang lain. Jika sedari kecil sudah diberi pemahaman yang salah, kedepannya juga akan salah. Siapa yang seharusnya mencegah kesalahan itu? Orang tua. Karena orang tua adalah penentu karakter anak. Dan karakter yang diberikan itulah, yang akan diteruskan sendiri oleh si anak.

Saat ini, pelaku tindak kekerasan seringkali memanfaatkan anak untuk melancarkan perbuatan tidak baiknya itu. Di Indonesia, banyak anak-anak sudah dipaksa jadi pengemis sejak bayi. Menginjak remaja menjadi anak jalanan. Namun, bagi yang hidup mapan, justru tidak mendapatkan perhatian orang tua. Akibatnya, banyak juga yang jadi pecandu dan hidup di jalan. Disisi lain, ada juga anak yang dididik radikal sejak kecil. Anak Imam Samudra, terpidana bom bali misalnya. Abu Jandal sempat menyaksikan sang ayah ketika dimasukkan ke penjara. Ketika remaja tidak terdengar lagi kabarnya, sampai akhirnya media memberitakan dia meninggal dalam sebuah pertempuran dengan ISIS di Suriah.

Sekali lagi, fondasi anak kedepan, tergantung bagaimana pola pendidikan yang diterapkan oleh orang tua. Jika si anak menjadi anak yang tidak baik, maka orang tualah yang bertanggung jawab. Kelak, pertanggungjawaban itu akan diminta oleh Tuhan. Kenapa? Karena anak merupakan amanah yang dititipkan Tuhan kepada para orang tua. Sudah semestinya, para orang tua bisa menjaga amanah yang diberikan Tuhan dengan baik. Bukan menjerumuskan ke dalam perbuatan sesat, yang mengatasnamakan agama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline