Lihat ke Halaman Asli

Ratih Noko

Less is More

Stop, Jangan Pukul Kami!

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1413365213512613177

[caption id="attachment_329213" align="alignnone" width="620" caption="Ilustrasi: Kekerasan terhadap perempuan|nasional.kompas.com"][/caption]

Seorang istri, sebut saja Ani mengadu ke saya, “Cacat anak saya ini apa gara-gara saya jatuh ditendang suami saya ya saat hamil besar”. Iissh, saya terkejut saat wanita ini berbicara spontan ditengah-tengah obrolan siang kami kala itu. Rumah tangga selain diwarnai romantisme rupanya ada bumbu kekerasan juga disana. Apalah daya wanita ini, cinta ke suaminya terlampau lebih besar dari sekedar menghujat perlakuan keras yang pernah diterimanya dahulu, saat hamil tua. Kenapa anak yang dilahirkannya cacat? apakah janin dalam kandungannya terluka akibat pukulan suaminya ? Bahkan wanita ini tidak berani mempertanyakan ke pasangannya, hanya bisa menduga-duga dan curhat ke saya kala itu. Saya menatapnya miris, sendu, dan tentu saja marah membayangkan perlakuan sang suami. Bisa saja cacatnya si anak karena takdir Tuhan, toh kita pun tidak bisa menyalahkan Tuhan kan? Tapi kekerasan fisik terhadap istri apa masih bisa di toleransi ?

Mengapa tidak ada istilah kekerasan terhadap laki-laki ? Secara fisik laki-laki lebih kuat daripada perempuan. Tidak selalu salah jika perempuan diposisikan sebagai pihak yang lemah. Minimal kalori yang dibutuhkan laki-laki dan wanita dewasa saja sudah berbeda dan ini menandakan aktivitas dan kekuatan kedua jenis manusia ini tidaklah sama. Makanya saya miris sekali jika ada konflik rumah tangga yang berakhir dengan jalan kekerasan. Masih ada cara damai, masih ada kompromi, masih ada penyelesaian dengan tidak menggunakan kekerasan fisik. Bahkan ulama Mesir, Muhammad Abduh menegaskan hanya laki-laki yang tidak beradab yang berani memukul istri.

16 tahun lalu, tepatnya 15 Oktober 1998 Komnas Perempuan lahir, berawal dari tuntutan yang berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami terutama etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di Indonesia. Komnas ini dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan di rumah tangga adalah salah satu dari 11 isu yang diperjuangkan oleh Komnas Perempuan. Temuan fakta Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2013 ada 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani. Ada 263.285 kasus yang ditangani 359 Pengadilan Agama dan 16.403 kasus yang ditangani oleh 195 lembaga mitra pengadalayanan. Dari 263.285 kasus semuanya dicatat dalam kekerasan yang terjadi terhadap istri. Artinya ada sekitar rata-rata 721 kasus kekerasan terhadap istri setiap harinya. Oh My God! Itu yang baru tercatat dan dilaporkan loh. Bagaimana kasus Ani dan Ani-Ani lainnya yang sakitnya hanya bisa dipendam sendiri. Mungkin Ani ini tipe perempuan pasrah dan nerimo, biarlah hanya dia dan Tuhan saja yang tahu.

Konon katanya perempuan berasal dari tulang rusuk yang bengkok, jika dipaksa diluruskan akan patah dan jika dibiarkan akan bengkok. Maka nasihatilah perempuan dengan baik-baik, menjaganya agar tidak patah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai ibu, istri, maupun kodrat perempuan itu sendiri. Laki-laki dalam hal ini suami senantiasa dituntut berlaku lemah lembut, kasih sayang dalam segala situasi terhadap istri. Pun seorang istri seyogyanya juga dituntut menghargai dan menghormati suami. Semoga tidak ada Ani-Ani lain yang mengalami hal serupa dan curhat ke saya.

Selamat Ulang Tahun ke-16 KOMNAS PEREMPUAN, Say No! To Violence Against Women

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline