Salah satu kebiasaan H. Wahidin Halim adalah memasak. Kebiasaan itu diakui WH, demikian sapaan akrabnya, sudah dilakukannya sejak kecil. Orang tuanya, H. Djiran, adalah tokoh masyarakat yang rumahnya selalu dijadikan tempat pengajian. Setiap minggu, ulama dan kyai datang ke rumahnya untuk memberikan ceramah agama. WH kecil selalu diminta ibunya memasak untuk dihidangkan kepada kyai dan jamaah pengajian yang hadir.
Kebiasaan itu tetap dilakukannya hingga hari ini. WH memasak untuk para ustadz yang mengajar dan mengasuh pondok pesantren tahfidz yang didirikannya. Saat menjadi gubernur Banten 2017-2022, WH sering memasak untuk stafnya di rumah dinas dan para kepala dinas jika ada rapat pimpinan.
Saya pernah bertanya kepadanya, mengapa tidak meminta orang lain yang memasak? WH menjawab: menyempurnakan amal dan keikhlasan. Mulai dari membeli bahan utama dan bumbu. Lalu menyiangi, menyiapkan dan memasaknya sendiri, adalah sebuah kenikmatan. Totalitas itu yang menjadikan hati penuh dengan rasa ikhlas dan bahagia.
Dalam sebuah kesempatan, WH pernah mengatakan,”Jadi pemimpin itu seperti jadi tukang masak. Pemimpin harus mampu memilah dan memilih orang-orang yang tepat untuk menjalankan roda organisasi demi terwujudnya visi dan misi. Seperti seorang tukang masak atau chef yang memilih bahan utama dan bumbu lalu meramu semua menjadi masakan yang maknyos.”
WH melanjutkan, dalam memilah dan memilih orang perlu standar pengetahuan, keterampilan dan sikap kepribadian. Terwujudnya chemistry antara pemimpin dan stafnya lebih banyak ditentukan oleh sikap kepribadian atau karakter dibandingkan dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seorang staf.
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H