Sebanyak 34 menteri dan empat pejabat setingkat menteri telah diambil sumpahnya oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo dalam membantu kabinet jilid dua nya, Kabinet Indonesia Maju (2019-2024)
Ada banyak wajah lama, dan sebagian juga wajah baru seperti yang mencengangkan publik yaitu Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Apapun yang menjadi pilihan Jokowi, tentu beliau memiliki pertimbangan lain. Kita bisa saja berkata ini dan itu, tapi apa boleh buat? nasi sudah menjadi bubur tinggal kita saja menikmati cara terbaik dalam menikmati bubur tadi.
Di dalam Islam, penguasa diartikan dengan aneka macam padanannya, seperti khalifah, sulthan, imam, amir al-mu'minin dan lain sebagainya. Menarik untuk kita renungkan sejenak arti kata khalifah.
Khalifah secara bahasa artinya pengganti. Dalam artian, bahwa kekuasaan tidak selamanya berada pada satu orang atau golongan tertentu. Pasti ada masanya Allah mengganti atau mempergilirkan kekuasaan itu.
Firman Allah Ta'ala berbunyi "Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) QS.Alu-Imran.[3]:140.
Melalui firman tadi, Allah hendak mengajarkan kepada kita bahwa tidak selamanya kekuasaan itu abadi. Ada waktu dimana kekuasaan itu berganti dari bathil menjadi haq atau dari thagut (pemimpin tirani) beralih menjadi rabbani, pun demikian sebaliknya.
Ingatkah kita pada kekuasaan Firaun yang begitu sombongnya tetapi Allah binasakan ia dan jasadnya masih bisa dilihat sekarang sebagai pelajaran untuk kita. Dan tak lupa pula kita pada kekuasan Umar bin Abdul Aziz yang begitu adil dalam bekerja sehingga hampir-hampir tak ada yang merasa kesusahan ekonominya.
Haq dan bathil akan selalu ada. Sebaik apapun orang pasti ada yang membencinya, di mana ada penegak keadilan tentu secara bersamaan ada komplotan zalim yang memusuhinya. Sebijak apapun pemimpin pasti ada juga yang mengkritiknya, itulah sunnatullah, hukum alam yang berlaku. Tentu kita terus berikhtiar dan memilih ada di posisi mana kita?
Di era demokrasi saat ini, tentu ada aturan bagaimana cara mengkritik bilamana ada kebijakan yang menyeleweng atau merugikan rakyat banyak. Misalnya melakukan advokasi, menemui yang bersangkutan, dan sebagainya.
Tugas ini adalah peran semua elemen masyarakat, dengan demikian akan terwujudnya transparansi publik, iklim demokrasi yang kritis, sehingga publik mengetahui langsung kinerja wakilnya di parlemen atau pejabat publik.