Lihat ke Halaman Asli

Rasyaki PutriAdim

Mahasiswa Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Andalas

Upaya Pencegahan Pencucian Uang Guna Pendanaan Kegiatan Terorisme

Diperbarui: 20 Januari 2024   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I.pinimg.com

Beberapa tahun ini, dunia telah menyaksikan peningkatan dramatis dalam kegiatan terorisme. Namun, sering kali tidak adanya perhatian yang cukup oleh masyarakat dan pemerintah dalam mengetahui bagaimana kegiatan terorisme ini dapat berjalan dan dibiayai.

Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang. Tindak pidana pencucian uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan baik oleh seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja menempatkan, mentransfer ,mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan itu, termasuk juga yang menerima dan mengusainya.

Pencucian uang sering kali menjadi salah satu cara untuk dapat mendanai kegiatan terorisme dengan tahapan pertama, penyamaran (Placement) yaitu uang yang dihasilkan pelaku pada kegiatan ilegal dimasukan ke dalam sistem keuangan bank. Kedua, strukturasi (Layering) yaitu pelaku mencoba melakukan transaksi yang kompleks dan terpisah untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana seperti melakukan pembelian dan penjualan aset, melakukan transfer uang antar rekening bank, atau investasi dalam instrumen keuangan. Ketiga, Integrasi (Integration) yaitu setelah uang berhasil dipisahkan dan disamarkan, lalu menggabungkan atau menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk, digunakan untuk membiayai bisnis yang sah ataupun membiayai kembali kegiatan terorisme seperti pembelian senjata.

Pemerintah Indonesia dan lembaga keuangan Otoritas Jasa Keuangan membuat penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme untuk kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pendanaan Terorisme (UU TPPT) sebagai landasan hukum yang kuat dalam upaya pencegahan pencucian uang guna pendanaan kegiatan terorisme.

Selain pemerintah, terdapat pihak-pihak yang memiliki peran penting dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) untuk menerapkan program  anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, yaitu:

  • Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berperan sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) yang bertugas baik dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT dengan kewenangan menerima dan menganalisis, semua informasi terkait keuangan dan menyampaikannya kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
  • Aparat Penegak Hukum terdiri dari lembaga penyelidikan, lembaga penuntutan dan eksekusi, serta lembaga peradilan.
  • Penyedia Jasa Keuangan dan Masyarakat memiliki peran penting dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Peran masyarakat adalah memberikan data dan informasi kepada Pihak Pelapor ketika melakukan hubungan usaha dengan Pihak Pelapor.

Adanya landasan hukum yang kuat, pihak-pihak yang memiliki peran penting dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), sistem pelaporan dan pelacakan terhadap transaksi mencurigakan dalam sistem keuangan, serta kerjasama internasional dapat membantu mencegah terjadinya pencucian uang guna pendanaan kegiatan terorisme yang dapat menjadi permasalahan global karena aktivitas ini memiliki dampak yang luas dan merugikan bagi stabilitas ekonomi, pelanggaran hak asasi manusia, dan keamanan global.

Oleh : Rasyaki Putri Adim, S.H

Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Andalas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline