Meneropong Pemimpin Politik Yang Ideal (Muna Barat )
Penulis : Rasmin Jaya
Ketua DPK GmnI FISIP-UHO
“Apa bila politik di tangani dengan mentalitas tingkat kerja yang pragmatisme di mana hanya berujung pada orientasi kebutuhan hidup dan diri sendiri niscaya politik hanya akan di jadikan pencarian. Sedang sefasih apapun bicara politik, Bicara strategi, taktik dan siasat di tengah masyarakat politik itu tetaplah kotor, minim kontribusi dan edukasi politik “
Artikel ini adalah lanjutan dari pada tulisan sebelumnya yang melihat dan merefleksi kepemimpinan politik bupati muna barat yang defenitif tahun 2017 tentang sepak terjang pembangunan sebuah daerah dan manufer politiknya. Dalam ulasan sebelumnya kita akan melihat kelebihan dan kekurangan untuk menjadi patokan dan rujukan dalam meneropong, menerawang pemimpin politik yang ideal untuk masa depan muna barat ke depannnya.
Kita tahu menahu bahwa muna barat adalah daerah otonomi baru sebagai tujuan dari pada percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam menopang pembangunan nasioanl. Menjelang selesainya masa jabatan Achmad Lamany sebagai bupati defenitif peralihan kepemimpinan dari bupati sebelumnya La Ode Rajiun Tumada kita akan di perhadapkan dengan berbagai tokoh-tokoh baru yang akan mengisi struktur kekuasaan selama kurang lebih 2 tahun sebagai PLT dan sebagai pijakan pemilihan kepala daerah tahun 2024. Momentum tersebut menjadi kekhawatiran untuk masyarakat dan sesuatu yang tak bisa kita pandang enteng sebab ini menyangkut masa depan daerah selanjutnya, Masyarakat tentunya akan di perhadapkan dengan berbagai atraksi dan sirkulasi politik para elit di daerah.
Dalam situasi seperti sekarang kita di ingatkan dengan pendapat Al Gore bahwa mestinya pemilihan kepala daerah bukan hanya dan tak sekedar mencari kepopuleran tokoh tapi jauh dari itu dia membawa target, sasaran, tujuan dan visi misi yang harus di capai sebagaimana orientasi politik itu sendiri menciptakan kesejahteraan dan keadilan di masyarakat . Seperti kepopuleran tokoh juga belum tentu mencerminkan kualitas kepemimpinanya dalam arena kekuasaan yang sesunguhnya karena banyak memikul amanah dan beban tanggung jawab. Klayak juga misalnya bisa jadi suka kepada tokoh-tokoh yang tampil di media ataupun secara langsung turun di masyarakat tetapi bukan berarti kemudian masyarakat menyukai dan mencintai karena kualifikasi kepemimpinanya tetapi mungkin karena ada faktor lain sebab masyarakat juga sudah cukup pintar dan cerdas melihat petak konstalasi politik meski mereka tak pernah di bekali dengan pendidikan dan edukasi politik. Masyarakat bisa belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya yang di khianati oleh pemimpinnya sendiri. Meski juga para kandidat politik selalu punya dalil atas berbagai kegiatan politik yang di suguhkan kepada masyarakat dan publik. Tak bisa kita nafikan bahwa dalam setiap momentum politik satu sama lain sedang menciptakan manufer dan pengaruh untuk menarik simpati guna menggalang dukungan dan suara sebanyak banyaknya, Betapa mirisnya jika itu yang menjadi pencapaian tetapi tak bisa berbuat banyak untuk rakyat.
Boleh saja di katakan bahwa politik dinamis dan fleksibel, Itu biasa dalam perpolitikan baik tataran lokal maupun nasional. Tetapi di sisi lain dimensi kepatutan itu dapat di pertanyakan. Harus di akui dengan sungguh bahwa mengukur kualitas kepemimpinan tokoh politik yang ideal bagi publik cukup sulit bagaimana dengan muna barat misalnya, Muna Barat adalah daerah yang terus berproses menuju kemajuan dan pertumbuhan seperti yang di cita-citakan tujuan terbentuknya Otonomi Daerah Baru. Ia hadir dari letupan pergeseran lempeng peradaban suatu bangsa, Ketika ia lahir mewarisi segudang masalah yang harus di jadikan PR dan tangggung jawab proses penyelesaianya. Kalau mau di lihat secara empiris yang agak terkait dengan inti yang begitu kompleks adalah menyoal tentang pembangunan, ekonomi , kurangnya pemberdayaan masyarakat dan masih banyak lagi yang kurang tersentuh oleh kaca mata pemerintah dan anggota DPRD yang di parlemen.
Hal ini mesti ada dan banyak upaya pemimpin yang lahir dari pemangku kebijakani. Memang tidak mudah menjadi pemimpin bagi daerah yang terlalu banyak dan kompleks permasalahanya, yang beban-bebannya harus di urai satu persatu dari berbagai lini sektor meski Sumber Daya Alamnya bergelimpahan tapi belum termanifestasikan dengan baik dalam tata pengelolaanya.
Sudah terlalu banyak dan cukup di bumbuhi retorika masyarakat berbagai janji-janji politik dan kampanye sampai hari ini belum ada pembuktian, kamuflase politik tetapi pemimpin yang sadar dan paham kondisi realitas masyarakat pasti akan memposisikan diri bahwa retorika saja tidak cukup meski jauh melangkah ke depan, menentang badai arus yang coba menghalangi dari pada masa depan rakyat dan daerah.