Lihat ke Halaman Asli

"Stop Menormalisasikan Pemakaian Toga pada Lulusan TK-SMA" Setuju?

Diperbarui: 25 Juni 2024   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Zaman sekarang dapat kita amati sendiri jika pemakaian toga tidak hanya dipakai dan diberikan kepada orang yang telah lulus perguruan tinggi, anak TK sampai SMA pun sekarang sudah marak menggunakan toga di hari kelulusan mereka, bahkan saat ini di Tiktok orang orang sedang ramai membicarakan seorang anak SMA yang baru lulus menambahkan gelar di belakang namanya membuat sebagian orang terutama mahasiswa merasa keberatan dan tidak rela. Bagaimana tidak? Toga itu bukanlah sembarang atribut yang bisa dipakai oleh siapa saja tanpa melewati perjuangan yang luar biasa, karena toga memiliki filosofi yang sangat mendalam, Mulai dari warna, bentuk bahkan sampai proses pemindahan tali toga dari kiri ke kanan.

Warna hitam dari toga adalah misteri dan kegelapan yang harus dikalahkan oleh seorang sarjana, dengan ilmu yang di dapat selama kuliah seorang sarjana diharapkan bisa menyibakkan kegelapan, bentuk persegi artinya sudut pandang seseorang yang memakai toga dituntut untuk berpikir rasional, maksud pemindahan tali dari kiri ke kanan  diibaratkan otak, pada saat kuliah mahasiswa menggunakan otak kirinya untuk menghapal dan memahami materi lalu setelah lulus sarjana lebih menggunakan otak kanan yang berhubungan dengan imajinasi, kreativitas dan inovasi. Toga juga sangat berkaitan dengan wisuda, bahkan sebagian orang menyebutkan wisuda saat kelulusan dari sekolah mereka, dan wisuda menurut KBBI adalah peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat, dari definisi yang sakral dan mendalam tersebut dapat kita pikirkan bahwa toga dan wisuda tentu lebih pantas di dapatkan oleh seorang sarjana, maka wajar saja jika sebagian orang terutama mahasiswa merasa tidak rela ketika seseorang yang jenjang pendidikannya masih dibawah mereka mendapatkan toga, dan kelulusan mereka dari sekolah disamakan dengan wisuda, disaat para mahasiswa berjuang susah payah menyelesaikan skripsi mereka tapi orang lain mendapatkan toga yang bermakna ini dengan begitu mudahnya. 

Dilihat dari filosofi saja sudah melenceng dan jelas berlebihan jika baru lulus TK saja sudah wisuda dan pake toga, lebih baik katakan saja kelulusan dari pada kata wisuda, jika seseorang terus dibiasakan melakukan wisuda setiap kelulusan hal ini akan mengurangi esensi dan kesakralan wisuda itu sendiri, dan terkadang orang tua harus mengeluarkan biaya tambahan untuk hal ini padahal pendidikan si anak masih panjang dari pada di gunakan untuk hal yang belum pantas untuk dipakai lebih baik gunakan untuk jenjang pendidikan anak selanjutnya.

saya pernah membaca komentar orang yang mengatakan "tidak semua orang bisa kuliah, jadi biarkan saja" saya tentu kurang setuju dengan ini, toga itulah adalah privilige atau hak istimewanya orang yang menyelesaikan kuliahnya, namanya privilige belum tentu semua orang akan mendapatkannya, yang artinya bukan karena semua orang tidak bisa kuliah mereka bisa mendapatkan toga di jenjang pendidikan apa saja. Menurut sudut pandang penulis jenjang pendidikan dibawah perguruan tinggi belum pantas untuk mengenakan toga, karena sangat jelas perbedaan tantangan, perjuangan dan pengorbanan antara seorang siswa dan mahasiswa entah itu pengorbanan dari segi waktu, tenaga, ataupun biaya.

Jadi penulis setuju, berhenti menormalisasikan lulusan TK-SMA memakai toga karena pemakaian toga ini lebih pantas untuk seorang sarjana dimana dia telah melalui banyak rintangan dan perjuangan dalam menyelesaikan jenjang pendidikannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline