Hari ini, Sabtu, 31 Desember 2022. Rinai hujan bulan Desember masih belum reda, setia menemani sejak pagi hingga sore ini. Menemani refleksi diri di akhir tahun ini. Seminggu ini kota Bogor terasa lebih dingin dibanding minggu-minggu sebelumnya.
Sepertinya musim penghujan ini bersepakat dengan badai salju yang tengah melanda belahan dunia lain seperti Amerika dan Jepang yang khabarnya telah menewaskan cukup banyak orang. Fenomena perubahan iklim yang telah menjadi bahan pembicaraan banyak orang dan bahkan telah melahirkan berbagai kebijakan nasional dan internasional.
Refleksi 1. Pertanian Organik dan Sinergi Kementrian
Pertanian Organik dalam arti luas adalah termasuk juga termasuk kehutanan bahkan perikanan. Oleh karenanya, sinergi antara kementrian Pertanian, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementrian Perikanan dan Kelautan menjadi sesuatu yang membanggakan ketika terrajut dengan baik untuk mengembangkan potensi pertanian organik di Indonesia yang sangat besar.
Salah satu pekerjaan rumah penting tahun depan 2023 adalah bagaimana agar produk-produk hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan dari kawasan hutan yang menjadi kewenangan KLHK dan produk-produk perikanan yang menjadi kewenangan Kementrian kelautan dapat dimasukkan dalam regulasi Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Pertanian Organik Indonesia yang telah ada sejak tahun 2002. Kalaupun secara teknis kesulitan untuk dimasukan dalam SNI Sistem Pertanian Organik tersebut, paling tidak kedua kementrian ini dapat menginisiasi Standar Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Organik dan Standar Perikanan Organik/Aquaculture Organic.
Refleksi 2. Pertanian Organik Tradisi dan Perkebunan Kelapa Sawit
Tembawang, model agroforestri tradisional di Kalimantan Barat adalah salah satu model hutan tersisa yang memainkan perannya sebagai buffer zone bagi kawasan hutan lindung, seperti Taman Nasional maupun Cagar Alam. Model agroforestri tradisional ini tidak hanya ada di Kalimantan tetapi juga tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Tentunya dengan nama dan istilah yang berbeda tetapi secara prinsip model ini mengemban misi ekologi dan ekonomi masyarakat adat dan lokal.
Bahkan di satu sisi Agroforestri Tradisi ini menjadi bufer zone atau area of interest dari perkebunan-perkebunan kelapa sawit dalam konteks standar RSPO. Perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang menjadi sektor andalan perekonomoian Indonesia menjadi lestari dan berkelanjutan ketika desa-desa disekitar perkebunan tersebut dapat berkembang penghidupan dan perekonomiannya melalui pengembangan produk-produk organik.
Apalagi jika Indonesia berinisiatif membangun Perkebunan Kelapa Sawit Organik, RSPO dan ISPO tetap berjalan sebagai batu loncatan untuk menuju sawit organik. Tidak mesti muluk-muluk, misalnya 10% saja dari total area perkebunan kelapa sawit Indonesia dijadikan kebun sawit organik itu sudah menjadi kebanggaan kita sebagai warga negara. Minimal area-area seperti pulau-pulau kecil dan lahan-lahan yang berada disepanjang pinggiran sungai dan danau dijadikan kebun sawit organik. Kebun sawit organik ini bersinergi dengan kebun agroforestri komunitas adat dan lokal disekitar perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan HHBK organik serta memperkuat sistem pangan lokal masyarakat adat melalui kawasan ladang organik tanpa bakar.
Refleksi 3. Perikanan Organik, Aquaculture dan Revolusi Biru
Dalam regulasi eropa (EC 834/2007) Perikanan organik atau aquaculture organik telah dimasukan dalam peraturan tersebut. Setelah regulasi tersebut ditetapkan tahun 1991 (2092/1991). Meskipun dalam regulasi ini produk perikanan tangkap dari perairan lepas belum dimasukkan tetapi rumput laut dan produk budidaya perikanan lainnya telah dimasukkan. Ke depan harapannya, SNI Pertanian Organik yang ditetapkan sejak 2002 dan sekarang versi terakhir menjadi 6729/2016 sebaiknya pada 2023 nanti sudah bisa memasukkan perikanan organik di dalamnya.