Oleh: Rara Zarary*
Dalam kehidupan ini, tak jarang kita akan atau bahkan telah menemui banyak masalah, rintangan, mungkin juga sebuah titik di mana kita ingin menyerah saja. Sebuah proses kehidupan panjang yang kita selesaikan dengan pola pikir jangka pendek, entah karena bingung, lelah, dan putus asa.
Pertanyaannya adalah apakah kita sudah tahu mengapa hal ini seringkali terjadi? Salah satu hal yang paling dekat jawabannya adalah berasal dari pikiran kita, pikiran yang akhirnya akan memengaruhi cara bertindak dan mengambil sebuah keputusan.
Misal dalam sebuah kasus, si Mawar sedang berjuang untuk meraih juara dalam perlombaan, dia merasa telah melakukan berbagai upaya dan yakin pasti menang. Sayang sekali, suatu hari namanya tak ada dalam list pemenang, kala itu ia kecewa, marah, putus asa, bahkan ingin diam saja.
Sebenarnya wajar-wajar saja merasa kecewa, tapi sangat tidak fair bila ia memutuskan untuk menyerah dan tak berjuang lagi. Padahal akan ada banyak event lomba lagi dan dia bisa mencoba lagi. Sehingga ia hanya perlu introspeksi apa saja yang membuatnya gagal meraih juara. Bisa jadi kualitas konten lomba, atau cara prosesnya.
Dimana letak kesalahan seseorang yang putus asa? Lagi-lagi soal pola pikir atau mindsetnya. Ia menjudge dirinya tak bisa dan tak akan bisa lagi, akhirnya bertindak untuk putus asa dan menyerah. Padahal masih bisa dicoba lagi.
Tahukah kita? Penulis-penulis yang saat ini memiliki buku best seller adalah mereka yang telah mengikuti banyak sekali seleksi naskah bahkan pernah dibuang, disobek, dan tak dimuat bertahun-tahun oleh media?
Hal tersebut pernah diakui penulis kondang Tereliye dalam sebuah webinar nasional saat ia launching buku terbarunya. Bahwa untuk menduduki posisinya saat ini ia telah melalui banyak hal termasuk ditolak di sana-sini.
Lalu, seberapa jauh kita telah berjuang? Kalau hanya sekali ditolak sudah merasa gugur dan nyerah, itu rasanya belum seberapa. Mari berjuang lebih keras dan sekuat-kuatnya. Sampai kita benar-benar tidak mampu. Bukankah Allah tak akan menguji hambaNya dibatas kemampuan?
Ada lagi, kasus yang secara sadar atau tidak kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu membanding-bandingkan hidup atau nasib kita dengan orang lain. Barangkali bisa saya contohkan dengan redaksi ini, "enak ya si Bunga, beruntung terus hidupnya. Padahal kayaknya aku lebih keras berjuang. Dia udah jadi a,b,c. Dia udah dapat a,b,c. Dan hal-hal lain yang sejenisnya."