Sering kita dengar mengenai terapi komplementer. Perawatan kesehatan yang tidak termasuk dalam standar praktek pengobatan barat disebut "alternatif" atau "komplementer". Ini termasuk berbagai jenis terapi:
- Praktek-praktek penyembukan tradisional seperti ayurweda dan akupuntur.
- Terapi fisik seperti chiropractic, pijat, dan yoga.
- Homeopati atau jamu-jamuan.
- Pemanfaatan energi seperti terapi polaritas atau reiki
- Teknik-teknik relaksasi, termasuk meditasi dan visualisasi.
- Suplemen diet, seperti vitamin dan mineral
Orang-orang zaman dahulu atau nenek moyang kita biasa memakai terapi komplementer atau lebih ke tradisional. Karena mereka menganggap bahwa terapi komplementer tanpa bahan kimia dan baik untuk kesehatan. Tetapi zaman telah berkembang. Dalam situs sebuah internet www.odhaindonesia.org terapi komplementer dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya. Kata-kata "alami" atau "bukan bahan kimia" tidak menjamin keamanan. Beberapa jenis jamu dapat menurunkan kadar darah ARV. Konsumen harus berhati-hati dalam menggunakan terapi komplementer.
Beberapa penyedia layanan kesehatan suka menggunakan terapi alternatif bersamaan dengan pengobatan barat. Mereka berpendapat terapi alternatif dapat mengurangi stress, meringankan beberapa efek samping obat antiretroviral (ARV), atau memiliki manfaat lainnya.
Beberapa penyedia layanan kesehatan tidak suka terapi alternatif. Mereka berpendapat bahwa belum ada penelitian yang cukup terhadap terapi alternatif. Mereka berpendapat obat-obatan barat selalu memberi hasil yang lebih baik kepada para pasien.
Untuk mencari informasi sebuah terapi komplementer pun saat ini sulit. Karena banyak juga orang-orang lebih mengedepankan keuntungan semata daripada mengedepankan kesehatan. Bisa saja kita terjebak dengan penipu kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H