Lihat ke Halaman Asli

Anak SD Ketagihan Drama Korea

Diperbarui: 6 Mei 2016   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun 2006, Indonesia sudah menayangkan sebuah film yang berasal dari negeri ginseng. Tak sedikit yang merasa terpukau dengan akting para aktornya di sana. Kemudian pada tahun 2009-2016 kini, film-film genre romantic dari Korea marak. Belum lagi heboh dengan para boyband atau girlband dari sana, sampai-sampai pemuda di Indonesia ngefans berat dengan para bintang Korea. 

Mereka rela berjubel-jubel antre demi tiket konsernya. Bagi penulis sendiri, jika berada di posisi yang sama, akan pikir-pikir panjang dahulu, dan sesuaikan dengan kantong kebutuhan. Tidak harus semua keinginan dituruti, karena sebuah keinginan tidak akan pernah ada habisnya.

Penulis memaklumi saja, ketika ada orang yang sangat tergila-gila dengan drama Korea. Namun berbeda jika yang mengkonsumsi film ini adalah seorang anak SD. Penulis tidak akan menilai maklum kepadanya, karena jelas, seusia SD wajarnya menonton film yang diperuntukkan untuk usianya, bukan menonton film untuk dewasa.

Mengapa bisa terjadi demikian? Darimana mereka mendapatkan filmnya? Terjadi hal yang demikian karena anak tidak ada pengawasan dari orang tua. Si anak ini mendapatkan filmnya dengan mendownload atau meminta pada temannya. Anehnya, orang tua anak ini tidak mengetahui apa yang sedang ditonton. Tulisan ini penulis sengaja mengulasnya berdasarkan pengalaman dari salah satu murid penulis di SD. 

Ketika penulis sengaja meminta mereka untuk menceritakan keseharian mereka selama liburan tiga hari yang telah lalu. Dalam tulisan anak ini jelas, bahwa ketika berada di rumah sendirian asyik melihat film Korea, ketika ibunya pulang ke rumah film tersebut dimatikan. Itu karena ia difasilitasi netbook oleh orang tuanya. Awalnya bertujuan untuk menunjang pembelajaran si anak, lama-kelamaan berlanjut dengan menyimpan sejumlah film Korea yang menurutnya bagus ditonton.

Ada beberapa adegan romantis di sana, ya yang semestinya itu dilihat oleh orang dewasa, tapi pada kenyataannya anak yang masih duduk di bangku SD ini sudah melihatnya. Terlebih tidak ada pengawasan dari orang tuanya. Sudahlah merasa sangat bebas bukan? Masih dapat dikatakan belum seberapa, ketika anak mencoba meniru adegan yang ada dalam film tersebut. 

Bukankah usia anak-anak memang cenderung masa di mana mereka senang mengikuti gaya atau model yang sedang tenar-tenarnya saat itu? Apalagi yang ditiru adalah adegan yang ada di film. Ya semoga saja, murid tadi tidak menirunya.

Jika diamati, memang menonton film juga merupakan salah satu hiburan untuk menghilangkan penat dari aktivitas sekolah setiap harinya. Menonton film juga dapat melihat pesan-pesan yang disampaikan lewat jalan ceritanya. Jika itu dilihat dari jalan ceritanya, bukan dari adegannya, karena tak semua film menyiratkan makna dari apa yang disajikan lewat drama tersebut. Film romantis yang ditonton kemungkinan besar juga berbicara mengenai sebuah cinta dari dua orang yang berbeda jenis kelamin. Menceritakan tentang kisah cinta seorang laki-laki dengan perempuan atau sebaliknya.

Ketika masih kecil sudah ketagihan dengan film-film itu, bagaimana ketika di SMP nanti? Kalaupun dengan menonton saja tanpa ada dampak negatif yang muncul, bukan menjadi masalah. Kalau ada dampak negatif yang ditimbulkan bagaimana? Bagi para orang tua, meski sudah memfasilitasi anak dengan teknologi, jangan dibiarkan bebas begitu saja, tetap harus hati-hati dan tetap dalam pengawasan, agar apa yang diinginkan anak dan orang tua yang berhubungan dengan sekolah dapat terwujud. 

Bagus dan tidaknya hasil pendidikan juga tidak hanya ditentukan dengan fasilitas yang memadai, tapi juga karena adanya pengawasan, bimbingan atau arahan dari orang tua di rumah. Jika mengandalkan pengawasan guru di sekolah itu tidak mungkin, karena guru tidak dapat sepenuhnya mengamati aktitivitas murid di seluruh penjuru lingkungan sekolah. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline