Masih sering melihat para pelajar ugal-ugalan dengan kuda besinya? Masih sering melihat mereka memperlihatkan aksinya di jalanan pedesaan ataupun kota? Masih mendengar suara keras dan kasar dari knalpotnya, hingga mengganggu pendengaran Anda di telinga? Jika masih sering melihat hal yang demikian, maka sudah dapat dipastikan mereka merupakan komplotan pelajar sebagai anak jalanan. Mereka lebih menyukai gaya bermotoran seperti itu, mengganggu masyarakat berkendara dan membuat bising di telinga banyak orang dengan knalpotnya.
Gaya mereka dalam bermotoran biasanya dengan mengangkat-angkat roda bagian depannya selama beberapa detik atau bahkan dalam waktu yang lama jika mereka mau, kemudian ketika rodanya diturunkan segera tancap gas siap-siap mengacu kuda besinya dengan kecepatan tinggi. Mereka lebih sering beraksi di jalan yang sekiranya sepi, sedang ketika mereka berada di jalan raya, lebih sering berkuda besi secara beriringan atau sejajar di jalan, sehingga menghalang-halangi pengendara lain ketika ingin mempercepat laju kendaraannya.
Bagi mereka, kemungkinan besar, memiliki motor dengan modifikasi yang aneh-aneh (menurut penulis) adalah tren masa kini. Padahal hal tersebut sudah ada sejak lama, akan tetapi kini semakin marak karena banyak orang tua yang asal menuruti keinginan anaknya untuk memiliki sepeda motor. Motor yang mereka modifikasi ada yang sepeda motor baru dan ada yang motor jadul. Motor yang seharusnya digunakan sebagai sarana berkendara justru menjadi ajang bergaya tak bermutu.
Kaca spion yang seharusnya dua diambil satu dan tidak dipakai, lampu motor yang seharusnya standar diganti yang lain yang dapat menyilaukan pandangan orang lain, serta knalpot yang diganti dengan suara tidak enak untuk didengarkan, dan yang jelas mereka memodifikasi motor tidak sesuai aturan yang telah berlaku. Mereka sudah dapat dipastikan akan menjadi bulan-bulanan polisi ketika mereka ketahuan beraksi dengan motor yang tak lengkap seperti itu. Seharusnya jika mereka ingin tampil bergaya dengan kuda besi, tidak perlu dengan hal yang seperti itu, biarpun modis asalkan lengkap. Lagipula, yang memproduksi kuda besi itu membuatnya bukan untuk bergaya tak bermutu, melainkan untuk sarana bepergian, memudahkan orang untuk cepat sampai di tujuannya.
Apa yang mereka pikirkan tentang motor bermodifikasi adalah sebuah tren itu tidak benar. Meskipun sudah ada orang yang menegurnya secara keras ataupun lunak, terkadang mereka semakin menjadi, seolah-olah mengejek orang yang menegurnya. Songong bukan? Belum dapat menghasilkan uang sendiri saja sudah begitu, bagaimana nanti ketika sudah bekerja? Kejadian seperti itu membuat kesal banyak orang, kalau mereka terjatuh baru tahu rasa bagaimana sakitnya. Tetapi sepertinya mereka tak akan jera meski jatuh berkali-kali sebelum ajal mendekatinya, bukankah begitu adanya?
Apa solusi untuk kejadian yang seperti ini, yang kian hari kian merajalela? Biasanya, kuda besi yang dimodifikasi ini lebih banyak didapati dari kalangan masyarakat desa. Ingin bergaya tapi meleset, ibarat kata seperti itu. Mereka tidak tahu etika berkendara seharusnya bagaimana, asalkan dapat menjalankan motor, ya sudah mereka akan seenaknya sendiri. Anehnya, sebagian orang tua mengapa tidak tegas kepada anaknya yang seperti itu? Seolah-olah menyetujui perilaku sang anak yang sebenarnya meresahkan banyak orang.
Mirisnya lagi, anak usia SD kelas V pun sudah berani bergaya seperti itu, lebih parahnya lagi sepeda motor yang dipakai adalah miliki kakaknya. Cara-cara mereka yang suka dengan kebut-kebutan, kemudian mengangkat roda bagian depannya itu ternyata tidak dilakukan oleh laki-laki saja, tetapi ada juga perempuan yang melakukannya. Luarrrrr biasa bukan? Inikah generasi Indonesia??? Jujur saja, penulis merasa prihatin, terlebih penulis pernah melihatnya sendiri.
Mengapa mereka tidak membentuk sebuah klub sirkus saja daripada berbuat yang demikian? Mengapa mereka tidak ikut dalam sebuah organisasi atau kelompok-kelompok akrobatik yang jelas akan mendapat pelatihan daripada bergaya seperti itu? Apa mereka tidak tahu jika kuda besinya bukanlah pegasus? Yang dapat diterbangkan oleh pengendaranya sesuka hati? BUKAN! Sudah tahu “pegasus” bukan? Ya, mitos kuda terbang yang berasal dari Yunani. Jalan-jalan yang ada di desa maupun perkotaan juga bukan arena balapan seperti Rossi, atau pembalap asal Indonesia yang terkenal itu. Jalan itu um
um, bukan jalan neneknya ataupun kakeknya. Semua orang berhak mendapatkan keamanan dan kenyamanan dari jalan tersebut, tapi sayangnya memang masa-masa mereka sulit diatur dan diberikan pengertian, ditambah lagi watak dasarnya yang belagu tidak mau dinasehati. Miris! Sungguh Miris!
Itulah mengapa ketika konvoi pelajar, juga ada beberapa siswi ikut bersama para pelajar siswa. Parahnya lagi, justru siswinyalah yang mempelopori pergerakan konvoi pelajar tersebut. Rasanya, dunia yang gila ini juga menjangkit pada jiwa pelajar, sehingga ikut-ikutan gila bersama kuda besinya di jalanan. Ditambah lagi sinetron yang sekarang masih jadi idola, Anak Jalanan, menambah semangat ugal-ugalan dan semakin berani unjuk gigi. Karena lihainya, mereka berhasil lolos dari kejaran polisi yang akan menilangnya karena kendaraannya tidak memenuhi aturan berkendara, alhasil justru polisinya yang tewas karena menabrakkan diri di pohon atau tiang listrik. Sekali lagi, kuda besi yang dikendarai bukanlah pegasus yang dapat mengangkat tubuhnya terbang di udara, dan geraknya pun cepat.
[caption caption="Ilustrasi"][/caption]