Lihat ke Halaman Asli

Raptanta Hanantara Namariyan

Mahasiswa dan penikmat karya visual

"Siksa Kubur": Karya Joko Anwar yang Membiarkan Penonton "Berfantasi Liar"

Diperbarui: 17 April 2024   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siksa Kubur (Official Poster)

Lama saya tidak menulis di Kompasiana. Sibuknya perkuliahan dan memikirkan pemasukan menjadi beberapa alasan saya sempat mogok menulis. Namun, hari ini hasrat saya untuk menulis muncul setelah saya menonton salah satu karya terbaru sutradara beken, Joko Anwar, yaitu Siksa Kubur. Ulasan ini saya dedikasikan sebagai bentuk benci dan cinta saya terhadap film yang secara berani mengangkat isu agama tanpa mempermainkan unsur dari agama itu sendiri.

Projek dari Siksa Kubur sendiri sudah sempat mencuri perhatian saya saat Joko Anwar pada beberapa tahun silam mengumumkan draft terakhir dari film ini. Saya ingat betul saat itu momen pengumuman naskah Siksa Kubur ternyata bersamaan dengan pengumuman film Siksa Neraka. Tentu saya cukup bersemangat dengan perkembangan kedua film ini. Namun, setelah saya dikecewakan dengan film Siksa Neraka yang tidak begitu memuaskan maka ekspektasi saya terhadap film Siksa Kubur tidak begitu tinggi. "Toh, keduanya mengangkat unsur siksaan dikehidupan pasca kematian" begitu pikir saya. Rupanya, film Siksa Kubur menjadi salah satu film yang wajib untuk dinikmati setidak sekali apabila Anda merasa jenuh dengan beberapa film horor yang terasa membosankan. Sebagai film kedua dari production house baru, Come and See Pictures, Siksa Kubur sukses menjadi film yang saya benci, tetapi saya juga cintai pada waktu yang sama.

Sinopsis Film Siksa Kubur 

Siksa Kubur sendiri menceritakan tenta Sita dan Adil yang harus menjadi yatim piatu karena insiden bom bunuh diri yang menewaskan kedua orang tuanya. Rupanya pelaku bom bunuh diri tersebut adalah seseorang yang memiliki rekaman suara dari siksa kubur yang memicu dirinya untuk mati secara jihad. Sita yang marah mulai mempertanyakan kebenaran dari adanya siksa kubur dan berkeyakinan bahwa agama hanya menjadi alat yang menakuti manusia saja. Dimulai lah perjalanan Sita dan Adil, dua kaka beradik, untuk mencari satu orang paling berdosa yang akan segera meninggal dan membuktikan bahwa siksa kubur tidaklah nyata bahkan bagi orang paling berdosa pun.

Perjalanan terbagi setidaknya menjadi 3 babak yang menarik untuk dibedah secara terpisah. Babak pertama adalah awal mula seluruh rangkaian cerita dari film ini. Pada babak ini kita diperlihatkan bagaimana Joko Anwar menggambarkan sebuah potret dari keluarga sederhana yang memiliki sisi harmonis di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Kita juga diperkenalkan dengan sosok Sita, anak perempuan yang vokal, tegas, dan justru menjadi lebih superior dibandingkan kakaknya, Adil. Memasuki akhir babak satu, kita diperlihatkan bagaimana Sita dan Adil harus mencari cara pergi dari panti asuhan yang Sita anggap sebagai tempat pengurungan dia dan dendamnya terhadap pelaku bom bunuh diri tersebut. Babak ini juga menjadi babak fundamental yang memberikan rasa trauma terhadap Adil selama berjalannya cerita.

Memasuki babak kedua, latar film ini berubah ke saat-saat Adil dan Sita memasuki usia dewasa. Setelah keduanya berhasil kabur dari panti asuhan, mereka memutuskan bekerja di salah satu panti jompo. Sita bekerja sebagai salah satu suster di panti jompo tersebut dan dengan cepat menjadi suster paling disukai oleh penghuni di sana. Di sisi lainnya, Adil menjadi pemandi jenazah yang bekerja sama dengan panti jompo itu. Babak kedua ini mulai memunculkan aksi dan tindakan dari Sita dan Adil dalam mencari orang paling berdosa menurut mereka. Konflik semakin berkembang ketika Sita justru merasakan kejadian aneh dan tidak masuk akal setelah membukti kebenaran dari siksa kubur yang ia cari selama ini.

Dalam babak ketiga, kita benar-benar ditunjukan tentang Sita dan masa lalunya yang harus berdamai. Kita juga diperlihatkan bagaimana Adil adalah korban trauma dari masa lalunya. Serta, Sita yang mulai merasa bahwa keyakinannya tentang Siksa Kubur selama ini telah salah. Babak ketiga ini dipenuhi dengan definisi sebenarnya dari siksa kubur itu sendiri.

Sebenarnya dari sinopsis cerita Siksa Kubur sendiri kita harusnya sudah paham bahwa Joko Anwar bukan ingin memperlihatkan bagaimana Siksa Kubur itu terjadi. Namun, Joko Anwar terasa ingin memperlihatkan tentang perjalanan spiritual seseorang yang paling tidak mempercayai agama dalam menemukan jawaban yang dicarinya selama ini. Sudut pandang berbeda inilah yang membuat saya merasa bahwa Siksa Kubur bukan horor lokal yang hanya mempermainkan unsur agama sebagai objek ketakutan. Lebih dari itu, Siksa Kubur menunjukan bahwa agama adalah salah satu hal yang pada akhirnya perlu untuk dipercayai. Setidaknya untuk mayoritas masyarakat.

Saya Mencintai Sekaligus Benci Terhadap Film Ini

Itulah pendapat saya apabila ditanya mengenai film ini. Siksa Kubur tidak bisa diragukan lagi adalah horor Indonesia yang revolusioner dengan sudut pandang berbeda tentang konsep agama. Alih-alih memberikan rasa takut saja tanpa konklusi jelas, layaknya film horor kebanyakan, Siksa Kubur justru secara tidak langsung menjadi film yang mendakwahi penontonnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila gimik "ingin tobat" pada film ini benar-benar sesuai dan berhasil. Penceritaan yang baik setidaknya membuat saya sanggup untuk duduk lebih lama di bioskop.

Joko Anwar memang tidak perlu diragukan lagi dalam aspek-aspek seperti scoring, cinematography, dan casting. Joko Anwar berhasil menggandeng orang-orang hebat yang mampu memberikan hasil terbaik dalam segala aspek. Cinematography yang dihadirkan dalam film ini berhasil memberikan efek 'gelap' tanpa mengurangi pencahayaan dalam setiap adegannya. Intensitas yang dibangun pada film ini bahkan tanpa sosok hantu sekalipun sangat berhasil memberikan efek tegang selama saya menonton filmnya. Scoring musik film ini patut diapresiasi karena berhasil membangun ketegangan tanpa harus membuat telinga saya sakit dengan suara volume tinggi. Dari sisi casting, saya berani mengatakan bahwa seluruh cast dalam film ini berhasil memerankan peran mereka masing-masing. Christine Hakim sukses mencuri atensi saya dengan perannya yang begitu mendramatisir momen patah hati dengan sangat baik. Bahkan dalam adegan klimaksnya pun membuat saya sempat tercengang beberapa detik berkat aktingnya yang luar biasa.

Joko Anwar (@jokoanwar) * Instagram photos and videos 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline