Lihat ke Halaman Asli

Rappi Darmawan

saya pekerja baik-baik

Rindu Terbendung Kabut Asap

Diperbarui: 30 September 2015   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Matahari senja belakangan tidak tampak lagi di Desa Indah Permai. Kabut asap telah menutupi, cahaya kuning keemasan yang saban sore dirindu Anton yang tinggal jauh dari keluarganya. Seperti senja itu, kerinduan Anton terhadap istri dan anak-anaknya pun terhalang kabut asap.

 

Hutan dipinggiran Desa Indah Permai, masih terbakar. Bara api belum padam. Terdengar suara gaduh. Api dengan lahapnya melalap daun-daun, semak belukar yang kering karena tidak disiram air hujan. Asap pun mengepul sehingga membuat padangan mata perih. 

Pagi hari, kabut asap akan semakin tebal. Pandangan mata tidak lebih dari 50 meter. Kalau menatap terlalu lama, mata akan terasa perih. Kondisi tersebut diperparah debu sisa pembakaran yang berterbangan ditiup angin.

Warga desa diminta untuk mengurangi aktivitas diluar rumah. Kalau pun harus bepergian kelaur hendaknya memakai masker penutup hidung dan mulut agar tidak langsung menghirup udara kotor. Setidaknya ini bisa mengurangi dampak penyakit yang bisa ditimbulkan, seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).

Kabut asap sebagai hasil terbakarnya hutan, membuat pihat terkait meliburkan siswa sekolah dasar hingga menengah. Anak-anak diminta untuk berdiam diri di dalam rumah. Suasana Desa Indah Permai menjadi sunyi, nyaris tidak ada anak-anak yang lalu lelang pergi ke sekolah.

Api tidak hanya membakar hutan desa. Kebun milik warga juga ada yang terbakar. Pun dengan lahan perkebunan milik perusahaan swasta yang bersebelahan dengan hutan Desan Indah Permai. Api memang tidak bisa diajak bermupakat, menjalar kemana-mana semuanya saja.

Sejumlah pekerja perusahaan perkebunan ini terpaksa berjaga-jaga siang dan malam. Mereka harus berpatroli berkeliling kebun, jangan sampai api masuk ke lahan perkebunan yang rumputnya mengering itu. Api sangat mudah masuk ke perkebunan, tertiup angin sedikit saja, api akan membesar dan menyulut kemana-mana.

Sore kemarin, misalnya. Akibat angin kencang, api langsung membesar dan menyambar daun-daun kelapa sawit yang mengering. Pekerja pun berjibaku memadamkan api. "Ayoooo siram kan airnya ke sini," teriak Kliwon, seorang pekerja mengomandoi teman-temannya.

Untung, mereka sudah siap dengan alat pemadam kebakaran. Mobil tangki berisi air siap sedia diareal perkebunan tersebut. Kalau ada aba-aba, petugas pemadam bergerak secepat kilat menuju titik api.

Peristiwa alam inilah yang membuat Anton merana, akhir-akhir ini. Sudah tiga bulan tidak bertemu dengan anak-anak dan istrinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline