Manusia hidup penuh dengan pengharapan. Baik itu kepada Tuhan, atasan, istri, anak-anak dan orang-orang yang ada disekitar. Meskipun sebenarnya manusia tidak diperbolehkan berharap pada mahluk selain sang pencipta, tapi kenyataanya sangat sulit menghindarinya. Tinggal seberapa besar pengharapan tersebut.
Sejatinya, kita tidak bisa berharap terlalu tinggi kepada mahluk, selain Tuhan. Kepada istri, misalnya. Tentu kita berharap akan menjadi istri yang sempurna seperti keinginan kita. Mampu mengurus semua pekerjaan rumah, mampu menjaga anak-anak, mendidik anak-anak bahkan mematikan kran air sebelum tidur. Besar sekali harapan-harapan yang kita inginkan darinya.
Begitu juga kepada teman. Terkadang kita berharap teman akan selalu ada saat dibutuhkan. Menghibur ketika bersedih, memberikan solusi saat dalam masalah, mendengarkan kala kita bercerita. Atau bahkan memberikan pinjaman uang saat kekurangan dana diakhir bulan.
Pada anak-anak tidak kalah besarnya harapan yang diimpikan. Mulai dari hal kecil sekalipun. Diantaranya, mengharapkan anak mendapat rangking disekolah, menjadi juara dalam lomba acara perayaan HUT Kemerdekaan 17 Agustus. Mampu membaca iqro, Al Quran, bahkan menjadi qori atau qoriah.
Pun kepada atasan ditempat kerja. Kita sangat berharap atasan akan memberikan perhatian, memberikan perlindungan dan memberikan keadilan. Misalnya, mempromosikan kepada manajemen ketika ada kebutuhan tenaga baru untuk jenjang yang lebih tinggi, kenaikan gaji, bahkan untuk hal mungkin dianggap sepele.
Apakah harapan itu salah?
Menurut saya tidak. Apalagi ketika semua yang menjadi tanggung jawab sudah dilaksanakan. Ya, seperti kata orang bijak semua harus ada timbal balik. Ketika kita memberi tidak ada salahnya kita mengharapkan imbalan, dan yang pasti harapan bahwa Tuhan akan memberikan ganjaran yang setimpal atas kebaikan yang dilakukan.
Itulah pengharapan yang semestinya. Pengharapan kepada mahluk hanya berlaku untuk yang bersifat duniawi. Kepada istri misalnya. Seorang suami berharap istrinya menjadi istri yang sempurna menurut frame yang ada dibenak kita, tapi apakah kita harus meninggalkannya ketika harapan itu tidak tercapai. Tentunya tidak, kalau hal tersebut sampai terjadi justru keburukan yang kita lakukan.
Begitu juga kepada orang-orang yang ada disekitar. Ketika apa yang diharapkan dari mereka tak perlu dihakimi, dimusuhi, atau marah. Biarkan saja semuanya berlalu, karena ada yang lebih berhak mengatur semuanya, yakni Tuhan. Pemahaman seperti itulah yang sejatinya ada dihati. Sadar bahwa kita hanya mahluk ciptaan Tuhan yang lemah dan tidak dapat berbuat melebihi kekuasaan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H