Lihat ke Halaman Asli

Rappi Darmawan

saya pekerja baik-baik

Aku Tidak Seperti Dugaanmu

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

*terinspirasi dari kisah seorang teman

“Cinta tidak harus selalu memiliki” begitu kata orang bijak. Kini aku merasakan kebenaran dari kata-kata itu. Aku teramat mencintai Dias, namun aku tidak bisa memilikinya. Hubungan kami terpaksa putus, karena masing-masing dari kami memiliki ego yang sangat tinggi.

Ramadan tahun ini aku, teringat kembali dengan seseorang yang, ramadan tahun lalu sempat singgah di hatiku. Dias, namanya. Lelaki bertubuh tinggi, tegap namun sedikit kurus. Kulitnya sawo matang, namun justru itu yang membuat penampilan menjadi lebih manis. Maklum, aku tidak begitu menyukai laki-laki yang berkulit putih. Bagiku seorang laki-laki tidak perlu berkulit terlalu putih.

Aku berkenalan dengan Dias, suatu ketika aku berjalan-jalan di salah satu pusat perbelajaan di kota ini. Pandangan mataku tiba-tiba mengarah ke sosok laki-laki yang saat itu sedang sibuk melihat-lihat pakaian yang di pajang. Ada keinginan yang sangat kuat dalam hatiku untuk berkenalan. Aku tidak mampu membendungnya.

“Hai lagi pilih bajunya,” sapaku ketika berada beberapa langkah di dekat Dias kala itu. Ku lihat, Dias sedikit terkejut. Mungkin dia tidak menyangka kalau ada yang nekat menghampirinya. Aku pun tersipu malu yang buru-buru aku sembunyikan dengan menyodorkan tangan sembari menyebut nama.

Gayung bersambut, Dias menyambut uluran tanganku. Mendapat tanggapan aku pun semakin nekat. Terus saja aku mengajaknya berbicara, menanyakan alamat rumah, tempatnya bekerja dan terakhir nomor handphonenya.

Dari perkenalan singkat itu, aku tahu kalau Dias, merupakan seorang aparat kepolisian. Hatiku semakin menggebu. Sudah lama aku mendambahkan seorang kekasih dari korps baju coklat. Pikirku, mungkin ini jawaban atas doa yang aku panjatkan selama ini. Aku pun tidak menyia-yiakan kesempatan ini. Setiap ada kesempatan aku berusaha menghubungi Dias. Sesekali aku mengajaknya bertemu.

Namun, entahlah ketika komunikasi antara kami sudah berjalan lancar. Aku merasa ada yang kurang. Aku sadar kalau umurku sudah cukup dewasa, untuk Dias yang baru berusia 24 tahun. Sementara aku sudah memasaki 28 tahun. Memang dari penampilan aku masih seperti gadis belia. Tubuhku tidak gemuk, bahkan sedikit kurus, jadi aku tidak terlihat sudah dewasa.

Aku takut, Dias marah kalau mengetahui kalau aku sudah tidak sepadan untuknya. Aku takut, Dias meninggalkan aku disaat aku sudah melabuhkan hatiku sepenuhnya. Aku juga tidak bisa menyimpan semua ini sebagai rahasia. Lantaran itu, aku mulai sedikit menjauh darinya.

Perubahan sikap ku itu ternyata, dirasakan Dias. Dia sempat bertanya, namun aku tidak memberikan jawaban yang jelas. Aku berharap, Dias akan bosan sendiri dengan tingkah ku itu. Namun, diluar dugaanku Dias justru terus mengejar. Handphone ku terus berdering, sms yang berisi kata-kata cinta dikirim Dias. Dias menawarkan aku jalan-jalan ke Jakarta dan Lampung. Namun ajakan itu bisa ku tolak dengan asalan pekerjaan.

Melihat sikap Dias dan sms yang dikirimnya, aku pun menjadi luluh. Aku kira , Dias telah jatuh cinta padaku. Aku menerima ajakanya untuk pergi sebuah daerah di luar Palembang. Sepanjang perjalanan, kami berbincang tengang banyak hal. Bertukar pengalaman masing-masing. Perjalanan yang cukup jauh itu jadi terasa dekat. Apalagi berkali-kali Dias mengucapkan kata-kata mesra untuku. Aku serasa terbang ke awan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline