Kebijakan (policy) berasal dari istilah (Inggris) atau politiek (Belanda). Merupakan suatu dasar atau sebagai pedoman untuk bertindak dalam menangani rencana tertentu. Sedangkan Kiminal (criminal) orang-orang yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Kebijakan kriminal memiliki arti sempit, arti luas dan dalam arti paling luas. Menurut Prof Sudarto S.H mengemukakan 3 (tiga) kebijakan kriminal, dalam arti sempit kebijakan kriminal diartikan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana, Dalam arti luas keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi, sedangkan dalam arti paling luas keseluruhan kebijakan yang dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan riset yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Unsur-unsur perbuatan dapat dipidana seseorang jika terbukti melanggar perumusan delik baik formal maupun materiil. Jika unsur perumusan delik tersebut terbukti maka sifat melawan hukum formil dan materiil juga harus dapat dibuktikan. Artinya perbuatan tersebut tidak saja melanggar ketentuan undang-undang tetapi juga melanggar ketentuan undang-undang lain yang harus terbukti unsur dan sifat tercela. Tercela merupakan adanya unsur kesalahan dan ada yang dirugikan, jika unsur tersebut terbukti baru seseorang dapat dipidana dan sebaliknya jika salah satu unsur saja tidak terbukti maka seseorang itu harus dibebaskan.
Pengangkutan hasil hutan kayu yakni kegiatan mengangkut kayu ke tempat penjualan atau pengolahan. Kegiatan tersebut jika terus berlanjut dan dilakukan dengan tidak mengikuti peraturan perundang-undangan atau izin dari pejabat pemerintah yang berwenang akan berdampak pada kerugian negara dan masyarakat yang pastinya penebangan kayu pun meningkat yakni menyebabkan terancamnya kelanjutan hidup ekosistem, terjadinya bencana alam akibat maraknya kerusakan hutan yang masih terus berlanjut.
Sebagaimana yang diatur didalam pengaturan pokok agraria menjelaskan bahwa pemanfaatan kekayaan alam digunakan sebagai landasan merujuk pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga dalam hal ini Pengangkutan hasil hutan kayu wajib memiliki keterangan sahnya hasil hutan kayu sebagaimana yang ditegaskan pada pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 "Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan kayu bahwa "setiap orang yang melakukan pengangkutan hasil hutan kayu wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Jumlah data tindak pidana pengangkutan hasil hutan kayu di Pengadilan Negeri Singkil yang menjatuhkan hukuman terhadap terpidana dibuktikan dengan adanya 9 (Sembilan) perkara dari tahun 2016-2020 yakni Putusan Nomor 81/Pid.B/LH/2018/PN Skl, Putusan Nomor 29/Pid.Sus-LH/2018/PN Skl, Putusan Nomor 77/Pid.B/LH/2018/PN Skl, Putusan Nomor 78/Pid.B/LH/2018/PN Skl, Putusan Nomor 79/Pid.B/LH/2018/PN Skl, Putusan Nomor 35/Pid.B/LH/2020/PN Skl, Putusan Nomor 68/Pid.B/LH/2020/PN Skl, Putusan Nomor 75/Pid.B/LH/2020/PN Skl, Putusan Nomor 76/Pid.B/LH/2020/PN Skl. Dari 9 putusan tersebut terdapat hanya 1 (satu) putusan yang mengadili pengangkutan hasil hutan kayu di wilayah hukum Aceh Singkil yang mengangkut menggunakan becak dan selebihnya mengangkut menggunakan truck pada kenyataannya banyak sekali pengangkutan hasil hutan kayu menggunakan becak tanpa dokumen yang sah akan tetapi sejauh ini yang ditangkap hanya pelaku yang menggunakan truk sehingga disini dapat dilihat penegakan hukumnya belum maksimal.
Kebijakan hukum pidana pemerintah Republik Indonesia dalam memberantas dan menanggulangi tindak pidana kehutanan dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan kayu, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Dengan demikian hukum berperan sebagai pengayom melalui fungsi hukum sebagai pengendalian sosial dan perubahan sosial sehingga hukum sebagai sarana integrative. Upaya penanggulangan tindak pidana pengangkutan hasil hutan kayu terutama dari segi substansi merupakan langkah yang sangat penting dan strategis, artinya pencegahan tindak pidana pengangkutan hasil hutan kayu harus dimulai dengan perumusan kebijakan pembenahan hukum pidana. Penanggulangan merupakan salah satu bagian dari salah satu penegakan hukum pidana sehingga dikatakan kebijakan hukum pidana merupakan salah satu kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Upaya yang ditempuh dalam memberantas tindak pidana pengangkutan hasil hutan kayu merupakan wewenang Kepolisian, PPNS Kehutanan dan Polhut Aceh Singkil.
Sehingga sudah seharusnya peraturan perundang-undangan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan demikian apakah kebijakan kriminal di wilayah hukum Aceh Singkil sejauh ini sudah melindungi kepentingan-kepentingan hukum, apakah tujuan ditegakkannya hukum telah mencapai kepastian hukum guna mewujudkan keadilan, tentunya hal tersebut harus dijawab dengan tegas. Dengan demikian upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana terkait kehutanan di wilayah hukum Aceh Singkil dilakukan dengan penal.
Proses peradilan pidana (criminal justice process) dilakukan mulai dari tahap penyidikan, penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka persidangan. Kebijakan kriminal non penal dilakukan dengan sosialisasi kepada masyarakat terkait kehutanan. Kebijakan kriminal penanggulangan tindak pidana pengangkutan hasil hutan kayu di wilayah hukum Aceh Singkil berjalan sesuai undang-undang namun masih belum maksimal hal ini berdasarkan kasus yang banyak terjadi tentunya berdampak pada kerugian negara atau karena sanksi yang diberikan terlalu lemah sehingga tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Pelaku pengangkutan hasil hutan kayu melakukan pengangkutan karena merupakan mata pencaharian mereka yang dimana di daerah Aceh Singkil merupakan penghasil hutan yang produktif, terkadang banyak masyarakat yang awam terhadap hukum dan tidak mengetahui dampak jangka pendek dan jangka panjang terkait perusakan hutan, sehingga pemerintah selain melakukan sosialisasi seharusnya juga memberikan mata pencaharian kepada masyarakat yang pekerjaannya atau keahliannya dalam mencari nafkah di bidang kehutanan yang dapat merusak hutan. Sehingga kebijakan kriminal dilakukan tidak hanya penanggulangan akan tetapi juga pencegahan. Hal tersebut tentunya dapat menanggulangi tindak pidana kehutanan terkhusus terkait pengagkutan hasil hutan kayu di wilayah hukum Aceh Singkil karena termasuk dalam memperhatikan perekonomian masyarakat dalam menafkahi keluarganya. Sehingga kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan dapat tercapai dalam masyarakat itu sendiri. Persamaan dimata hukum (equality before the law) yang memberikan kesetaraan, kewajaran dan keadilan, yakni kepada aparat penegak hukum yang diberikan wewenang oleh itu, aturan terkait tindak pidana pengangkutan hasil hutan kayu hendaknya dilaksanakan sebagaimana mestinya agar tercapainya tujuan hukum serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Oleh Rapita
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H