Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Mata Pencaharian Lokal Masyarakat Kampung Naga

Diperbarui: 9 Juli 2023   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Ketika pertama kali  mendengar nama Kampung Naga, imajinasi membayangkan pada sosok makhluk setengah ular mitos masyarakat tiongkok. Penamaan Naga identik dengan ciri khas budaya Tiongkok, sedangkan Kampung Naga tersebut jauh dari pengaruh budaya tersebut, tidak terdapat sama sekali gambar, simbol-simbol, maupun ornamen tentang hewan Naga di Kampung Naga. Nama Naga pada Kampung Naga berasal dari Bahasa Sunda, Na Gawir yang berarti di Jurang. Hal tersebut dikarenakan pemukiman Kampung Naga berada pada lereng lembah sungai Ciwulan. 

Kampung Naga adalah salah satu dari sekian banyaknya Kampung Adat yang ada di Jawa Barat. Kampung Naga berada di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Letak Kampung Naga berada di Jalan Raya yang menghubungkan antara Kabupaten Tasikmalaya - Kabupaten Garut, sekitar 15 km dari pusat kota Tasikmalaya dan sekitar 26 km dari pusat kota Garut. Dapat dikatakan Kampung Naga berada di perbatasan wilayah Garut - Tasikmalaya.  

Asal usul mengenai sejarah Kampung Naga tidak banyak disebutkan dalam banyak literatur, keterangan sejarah Kampung Naga tidak dapat diperoleh secara mendetail, hanya cerita yang disampaikan dari lisan ke lisan tanpa ada bukti secara tertulis. Hal ini disebabkan manuskrip-manuskrip peninggalan leluhur yang bisa menceritakan sejarah Kampung Naga terbakar saat pemberontakan DI/TII oleh Kartosuwiryo tahun 1956, Kampung Naga dibumihanguskan oleh DI/TII karena menolak untuk mengikuti ideologi mereka. Keterangan yang ada saat ini hanya merupakan garis besar yang diwariskan secara turun temurun dalam lingkungan keturunan ketua adat.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Untuk menuju ke Kampung Naga, pengunjung harus berjalan kaki dari lokasi parkir dengan jarak sekitar 500 meter.Topografi Kampung Naga yang berbukit dan berundak-undak menyebabkan masyarakat harus membuat sengkedan (tangga) untuk menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain yang berbeda ketinggiannya. Tangga-tangga tersebut diperkuat dengan susunan batu batu sungai yang tertata rapi sehingga dapat mencegah terjadinya erosi atau terkikisnya tanah, untuk menaiki dan menuruni anak tangga yang ada di Kampung Naga diharuskan hati-hati karena kontur jalan yang curam. 

Bagi pengunjung yang jarang berolahraga atau tidak kuat berjalanan jauh, perjalanan pulang pergi ke Kampung Naga cukup melelahkan, terutama perjalanan pulang karena harus menaiki 444 anak tangga. Setelah selesai menuruni 444 anak tangga pengunjung masih harus berjalan menyusuri jalan setapak, perjalanan menuju rumah warga akan ditemani oleh gemericik aliran sungai Ciwulan dan hamparan sawah yang hijau dan asri. Kesan pertama dari Kampung Naga ini adalah keindahan, kebersihan dan kerapihannya. 

Ketika baru sampai di Kampung Naga, pengunjung akan di suguhkan dengan panorama pedesaan yang indah, hamparan sawah yang hijau dan asri, hutan larangan, aliran air pegunungan yang tidak pernah terhenti, kolam-kolam ikan milik warga, suara gemericik sungai Ciwulan, dan interaksi antar warga Kampung Naga. Aktivitas dari Masyarakat Kampung Naga relatif tenang, warga menyambut dengan hagat setiap tamu yang datang.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Ketika membahas mengenai mata pencaharian lokal masyarakat Kampung Naga, masyarakat Kampung Naga memiliki mata pencaharian seperti bertani, berkebun, bertenak, berdagang dan membuat kerajinan tangan.  Pesawahan yang terhampar luas dan subur di sekitaran Kampung Naga dijadikan pokok utama mata pencaharian bagi masyarakat Kampung Naga. Di kampung naga sendiri tidak terdapat pembagian secara khusus untuk masyarakatnya dalam bekerja, pembagian kerja yang ada di kampung naga dibagi sesuai dengan keahlian masing-masing masyarakat.

Setiap pagi sebagian masyarakat Kampung Naga beraktivitas di sawah, sementara kegiatan yang dilakukan ibu-ibu di Kampung Naga adalah menjemur padi, Hasil dari padinya tidak dijual karena akan dipakai untuk kebutuhan pangan sehari-hari masyarakat Kampung Naga. Masyarakat akan menjual hasil  panen apabila hasil panen melimpah untuk kehidupan penduduk hingga 6 bulan kedepan. Hasil dari panen tersebut akan ditaruh di lumbung padi, dalam setahun masyarakat Kampung Naga melakukan panen sebanyak 2 kali.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline