Lihat ke Halaman Asli

Manusia Kolong Jembatan

Diperbarui: 7 Maret 2019   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di kota-kota besar pemandangan manusia kolong jembatan merupakan hal yang sudah biasa dilihat. Kebanyakan warga yang berprofesi sebagai pemulung yang tinggal di kolong jembatan. Mahalnya biaya hidup yang membuat mereka memutuskan untuk tinggal di kolong jembatan.

Di Indonesia, setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, seperti isi pasal 27 ayat 2. Tapi nyatanya banyak masyarakat Indonesia yang kesusahan bahkan untuk mencari makan saja mereka masih kesusahan apalagi mengontrak rumah yang layak.

Para penghuni kolong jembatan membangun rumah dengan triplek dan kayu seadanya. Bentuk rumahnya juga tidak beraturan. Asalkan mereka bisa terlindung  dari panas dan hujan sudah cukup.

Sebenarnya warga yang tinggal di kolong jembatan bukan warga asli melainkan pendatang. Mereka datang ke kota besar dengan harapan bisa mendapatakan pekerjaan yang layak. Namun, tidak berhasil dan mereka pun berakhir menjadi pemulung dan tinggal di kolong jembatan.

Seharusnya pemerintah segera mengambil tindakan. Seperti memindahkan mereka ke dusun agar mendapat tempat tinggal yang layak. Jika mereka pendatang, kembalikan mereka ke tempat asal mereka tinggal.

Tempat yang kumuh seperti kolong jembatan bisa mengancam kesehatan mereka. Air sungai yang kotor pada saat naik ke permukaan dan terkena kulit penduduk kolong jembatan dapat menyebabkan penyakit kulit.

Belum lagi bahaya hewan yang ada di sungai seperti buaya atau ular yang mengancam mereka. Dengan itu mereka harus selalu waspada.

Disaat pembangunan infakstruktur kota yang semakin pesat, hal seperti ini sangat disayangkan. Masyarakat kolong jembatan tidak dapat merasakan kenyamanan. Sedangkan warga kota merasakan kenikmatan yang tidak bisa dirasakan warga kolong jembatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline