Lihat ke Halaman Asli

Cerita Pamanku

Diperbarui: 14 Februari 2016   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berhubung alamat e-mail saya yang lama diblokir dan kompasiana tidak memberikan solusi untuk mengganti alamat e-mail, maka artikel ini yang saya posting tanggal 27 Mei 2014 dipindahkan dari akun lama “Rano” (/ranoldus) ke akun baru “Ranoldus Tangke”. Selamat membaca!!!

Pamanku pergi menantang pagi
Pikul singkong sampai lalu
Tak pupus harap, hari ke hari
Demi menyambung nyawa yang hanya satu

                     Air mata dan darah terus terkuras
                     Namun hujan kebahagiaan belum juga tiba
                     Hanya setetes demi setetes
                     Tak mampu menghilangkan dahaga

Wahai kalian,
Jangan sekejap tuli dan buta
Ingat, kami sudah beri kertas titipan
Yang juga pesan dari surga

                     Kami sudah merelakan keluarga
                     Dipisahkan oleh batas sebuah jalan
                     Menatap dari seberang, Nusantara
                     Nusantara dalam darah, tapi kami butuh nyaman

Terus lagi pamanku bertanya
Yang mana wakil kami?
Bersama debu, hilang semua
Tertiup angin nafsu birahi

                     Tanda tanya itu berteriak terus
                     Untuk kalian pemimpin-pemimpin pertiwi
                     Jika belum tuntas,
                     Akan menghantui kalian sampai mati




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline